Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan telah menaikkan bea masuk atas sejumlah barang-barang impor dengan besaran menjadi 10 persen-150 persen. Upaya tersebut diharapkan dapat menekan konsumsi dari para penikmat produk luar negeri.
Pengamat Ekonomi dari LIPI, Latif Adam mengakui selama ini tarif bea masuk produk impor di Indonesia sangat murah, sehingga masyarakat kecanduan membeli barang-barang impor di samping kualitasnya yang bagus.
Baca Juga
"Jadi kebijakan ini bisa mengerem laju konsumsi, mengurangi adiktif masyarakat terhadap barang impor. Karena dulu bea masuk murah, dan akhirnya konsumen menjatuhkan pilihan utama ke produk impor. Apalagi kualitasnya baik," tegas dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Kamis (24/7/2015).
Advertisement
Meski begitu, kata Latif, penurunan konsumsi barang impor ini akan tergantikan dengan peningkatan belanja produk dalam negeri. Dalam hal ini, pemerintah perlu membangun industri lokal substitusi impor.
"Jadi kebijakan ini belum titik, tapi baru koma di mana pekerjaan rumah pemerintah membangun industri substitusi impor di dalam negeri. Jadi industri nasional bisa bergairah lagi," papar dia.
Ia menilai, pemerintah tidak akan mengantongi penerimaan negara signifikan dari kenaikan tarif bea masuk produk impor. Latif beralasan, penerimaan bukanlah menjadi target utama pemerintah dalam menerapkan kebijakan ini.
"Tujuan utamanya membenahi industri dalam negeri, produksi barang konsumsi nasional pengganti impor semakin besar dan ujung-ujungnya memperbaiki neraca perdagangan kita," terang dia. (Fik/Ahm)