Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menuju ke level saat krisis ekonomi 1998. Kondisi pelemahan tersebut akibat dari serangan sentimen global, salah satunya kebijakan kenaikan suku bunga acuan AS. Â
Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Core Indonesia, Hendri Saparini menegaskan bahwa secara fundamental ekonomi Indonesia dalam keadaan baik. Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) menjaga stabilitas kurs rupiah.
"Jadi kita enggak akan bangkrut," tegas dia di acara Seminar Core 2015 Mid-Year Review: Managing Economic Slowdown di Jakarta, Selasa (28/7/2015).
Menurutnya, kebijakan terhadap nilai tukar rupiah saat ini dilepas ke mekanisme pasar. Dengan demikian, BI tidak mengontrol pergerakan rupiah, sehingga fluktuasinya tergantung pada suplai dan permintaan.
"Hal ini berbeda dengan China yang bisa mengontrol nilai tukarnya, sehingga rupiah sangat rentan terpengaruh faktor global dan domestik. Karena kita enggak punya kebijakan mengontrol, jadi apakah kita akan perang mata uang?," kata Hendri.
Lebih jauh dirinya menjelaskan, Indonesia masih membutuhkan dolar AS cukup besar seperti pembayaran utang. Kebutuhan tersebut mendorong permintaan dolar AS di dalam negeri meningkat sehingga harus dibarengi dengan suplai.
"BI dan pemerintah harus bisa me-manage sentimen, mengelola dan memperkuat struktur perekonomian kita. Defisit jasa yang lebar dipersempit dan menerapkan kebijakan yang sudah diambil untuk menjaga stabilitas rupiah," tandas Hendri. (Fik/Ndw)