Operasional Listrik Hanya Bertahan 6 Jam di Daerah Perbatasan

Pengamat menilai salah satu tantangan terbesar menerangi 47 daerah perbatasan yaitu kehandalan pembangkit listrik.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 09 Agu 2015, 19:30 WIB
Diterbitkan 09 Agu 2015, 19:30 WIB
20150729-Listrik-PLN
Listrik PLN. (Agus Trimukti/Humas PLN)

Liputan6.com, Jakarta - Di saat pemerintah menggeber proyek kelistrikan di 47 daerah perbatasan dan pulau terluar Indonesia, Pengamat justru meragukan pembangkit listrik hanya akan bertahan menerangi wilayah tersebut 6-8 jam saja setiap hari. Potensi mati listrik pun bisa terjadi sewaktu-waktu.

Pengamat Kelistrikan, Fabby Tumiwa mengatakan upaya menerangi 47 daerah perbatasan ini patut mendapat dorongan dari berbagai pihak agar berhasil. Hal itu lantaran membuka daerah perbatasan dan pulau terluar dengan akses listrik merupakan suatu keharusan dari pemerintah.

"Tapi tantangan terbesar adalah kehandalan pembangkit listrik. Apakah bisa optimal, meski yang mengoperasikan PLTD adalah PT PLN Persero, karena masih menggunakan bahan bakar minyak (BBM) dan harus didistribusikan di lokasi yang sangat jauh sehingga memakan biaya operasional besar," terang dia di Jakarta, Minggu (9/8/2015).

Fabby memprediksi, listrik yang akan menerangi 47 wilayah tersebut tidak akan menyala selama 24 jam penuh. Paling banter, sambung dia, bertahan 6 jam-8 jam per harinya.

"Itu pun sebenarnya sudah cukup baik, asal menyala tiap hari. Tapi di daerah pelosok yang saya kunjungi, biasanya listrik nyala 6-8 jam, lalu mati 3 hari, dan nyala lagi," tutur dia.

Fabby beralasan, potensi byarpet dapat terjadi karena operator PLN tidak selalu berada di wilayah terpencil itu sehingga sulit memantau operasional pembangkit maupun mesin diesel yang kerap ngadat.

"Jadi ini yang harus dipikirkan. Jangan sampai listrik menyala semua di 47 daerah cuma 20 Agustus saja, setelah itu 3 hari padam," sarannya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jarman mengatakan, penggunaan PLTD merupakan tahap pertama untuk proyek ini. Selanjutnya, tambah dia, pemerintah akan membangun pembangkit listrik energi terbarukan dengan tenaga matahari atau air. Hal ini sudah disampaikan Menteri ESDM Sudirman Said kepada PLN pada awal 2015,

"Kalau penggunaan BBM hanya sebagai back up daerah remote saja, karena konsumsi BBM untuk pembangkit semakin turun dari 11,5 persen di tahun lalu menjadi 8,85 persen dari total tahun ini. Diharapkan 2019 tinggal 2 persen dan 1 persen pada 2025," jelas dia.

Dengan energi terbarukan, Jarman bilang, listrik akan selalu menerangi daerah perbatasan dan pulau terluar selama 24 jam tanpa harus menaikkan porsi konsumsi BBM karena sudah terganti dengan sumber yang ramah lingkungan.

"Ini sudah masuk dalam draft RUKM, akan kita sampaikan ke DPR segera untuk dikonsultasikan. Begitu pula dengan anggaran Kementerian ESDM untuk energi terbarukan yang diusulkan naik sampai Rp 10 triliun di 2016," kata Jarman. (Fik/Ahm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya