Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga pengawas perbankan mengaku saat ini tengah mengkaji untuk pembatasan pemberian fasilitas internet banking (e-banking) kepada para nasabah perbankan.
Deputi Komisioner Pengawasan Perbankan OJK, Irwan Lubis mengatakan pengetatan pemberian fasilitas e-banking tersebut untuk mengurangi terjadinya tindak kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet tersebut.
"Transaksi e-banking biasanya transaksi dalam jumlah besar, ke depan e-banking perlu diberikan kepada orang-orang tertentu, orang yang kurang edukasinya jangan diberikan banyak fitur e-banking, karena mereka-merekalah yang rawan kena penipuan," terang Irwan di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (14/9/2015).
Advertisement
Irwan mengatakan, saat ini perbankan yang paling banyak diadukan mengenai kasus-kasus kejahatan melalui internet tersebut mayoritas bank-bank BUKU (Bank Umum Kegiatan Usaha) 3 dan 4 atau perbankan yang memiliki modal di atas Rp 5 triliun.
Biaya tinggi dan perawatan dalam penyelenggaraan fasilitas internet banking tersebut menjadikan tidak semua perbankan yang masuk dalam kategori BUKU 1 dan 2 atau yang di bawah Rp 5 triliun mampu menyelenggarakan fitur e-banking tersebut.
"Potensi risiko dari elektro banking meningkatkan biaya operasional, oleh karena itu penting untuk jaga kehandalan setting dan setup dari masing-masing bank," jelas Irwan.
Tidak hanya itu, OJK juga meminta kepada perbankan untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) demi meningkatkan manajemen risiko jika ada kasus-kasus kejahatan cyber tersebut. Selain itu, inovasi produk e-banking masing-masing perbankan juga perlu ditingkatkan. (Yas/Ahm)