Harga Minyak AS Ditutup Menguat ke US$ 45,54 Per Barel

Harga minyak Brent yang merupakan patokan harga dunia naik 50 sen atau 1 persen ke level US$ 48,90 per barel.

oleh Arthur Gideon diperbarui 03 Okt 2015, 05:29 WIB
Diterbitkan 03 Okt 2015, 05:29 WIB
Tambang Minyak
Tambang Minyak (REUTERS/Cooper Neill)

Liputan6.com, New York - Harga minyak mentah di Amerika Serikat (AS) mampu menguat 1,8 persen setelah sebelumnya terjatuh hingga hampir 2 persen pada penutupan perdagangan Jumat (Sabtu pagi waktu Jakarta). Pendorong kenaikan harga minyak adalah adanya data yang menunjukkan bahwa terjadi penurunan jumlah rig atau pengeboran di negara tersebut. 

Mengutip CNBC, Sabtu (3/10/2015), harga minyak mentah AS ditutup menguat 1,8 persen ke level US$ 45,54 per barel. Adapun harga minyak Brent yang merupakan patokan harga dunia naik 50 sen atau 1 persen ke level US$ 48,90 per barel setelah sebelumnya jatuh 76 sen.

Meskipun mampu ditutup menguat di akhir pekan ini, jika dihitung dalam satu pekan terakhir harga minyak AS telah turun 0,6 persen dan harga minyak Brent telah melemah 1 persen.

Survei yang dilakukan oleh perusahaan riset minyak Baker Hughes menunjukkan bahwa terdapat 26 rig pengeboran yang ditutup oleh perusahaan energi di AS. Jumlah tersebut merupakan jumlah terbesar sejak April 2015.

Rincian rig pengeboran yang ditutup tersebut antara lain 7 di Texas Barat dan timur New Mexico, 5 di Eagle Ford Texas Selatan, 2 di Niobrara Colorado dan Wyoming, dan 1 di Bakken North Dakota.

Meskipun jumlah rig pengeboran berkurang, produksi minyak di AS mengalami kenaikan tipis menjadi 9,4 juta barel per hari pada Juli jika dibandingkan Juni yang berada di angka 9,3 juta barel per hari. Data US Energy Information Administration's (EIA) menunjukkan masih ada 914 rig pengeboran yang beroperasi di AS.

Pada perdagangan sehari sebelumnya, harga minyak juga turun karena data manufaktur dan badai Joaquin.

Aktivitas manufaktur Tiongkok naik lebih dari yang diperkirakan pada bulan lalu. Namun kinerja manufaktur di Amerika Serikat dan Eropa anjlok pada September. Sementara, badai yang terjadi di Atlantis mengancam kinerja dari kilang minyak, yang kemungkinan bisa meningkatkan suplai.

"Harga minyak mentah rally, karena kinerja manufaktur Tiongkok lebih dari yang dibayangkan, hanya untuk melihat sentimen positif ini dibatalkan sebagai cetakan dari Amerika Serikat dan Eropa yang loyo," tutur analis komoditas, Matt Smith dikutip dari Marketwatch.

Badai atlantik, Joaquin, bisa menaikkan kekhawatiran terhadap produksi dari kilang, dan pasokan juga permintaan minyak mentah. Jika badai tersebut masih berlanjut, maka akan mengancam keberlangsungan kilang di New Jersey, Pennsylvania, dan Delware. (Gdn/Ndw)*

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya