Rupiah Sempat Sentuh Level 14.200 Per Dolar AS

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat cenderung menguat berada di kisaran 14.175-14.481 pada Selasa pagi ini.

oleh Ifsan Lukmannul Hakim diperbarui 06 Okt 2015, 10:00 WIB
Diterbitkan 06 Okt 2015, 10:00 WIB
20150923-Dollar-Naik-Jakarta
Seorang teller menunjukan mata uang dollar di konter penjualan mata uang di Jakarta, Rabu (23/9/2015). Pada perdagangan pagi hingga siang ini, rupiah terus bergerak di kisaran 14.577 per dolar AS hingga 14.658 per dolar. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) masih melanjutkan penguatannya pada perdagangan Selasa (6/10/2015). Hal itu dipicu oleh sentimen rilis data ekonomi AS tak sesuai harapan, terutama rilis data tenaga kerja dan penantian pelaku pasar terhadap rilis paket kebijakan ekonomi jilid III.

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dibuka menguat 22 poin menjadi ke level 14.481 pada Selasa (6/10/2015) dari penutupan perdagangan Senin 5 Oktober 2015 di kisaran 14.503.

Pada pukul 09.10 waktu Jakarta, rupiah sempat menyentuh level 14.200 per dolar AS. Sepanjang pagi ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di kisaran 14.175-14.481. Berdasarkan data RTI, rupiah berada di kisaran 14.243 per dolar AS.

Analis PT Bank Woori Saudara Tbk, Rully Nova menuturkan penguatan rupiah ini didukung sentimen eksternal dan internal. Dari eksternal, data tenaga kerja AS memburuk seiring penyerapan data tenaga kerja di sektor non-pertanian dan pemerintah hanya 142 ribu pada September 2015 dari prediksi sekitar 200 ribu telah memberikan sentimen positif terhadap sejumlah mata uang termasuk rupiah.

Rully mengatakan, data tenaga kerja AS yang memburuk itu membuat harapan pelaku pasar kalau bank sentral AS atau The Federal Reserve belum akan menaikkan suku bunganya.

"Kemungkinan kenaikan suku bunga bank sentral AS mundur pada November atau Desember. Jadi masih ada ruang untuk penguatan rupiah," kata Rully saat dihubungi Liputan6.com.

Ia menambahkan, kalau dari sentimen internal pelaku pasar menanti rilis paket kebijakan pemerintah jilid III. Diharapkan paket kebijakan ekonomi jilid III ini dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi. "Sentimen positif datang dari domestik dan eksternal sehingga mendorong penguatan rupiah," ujar Rully.

Rully memprediksi, penguatan rupiah ini hanya jangka pendek saja. Hal itu mengingat isu utama masih dari kapan kepastian kenaikan suku bunga bank sentral AS. "Kalau data ekonomi AS rupiah melemah, dan sebaliknya kalau data ekonomi AS negatif rupiah menguat. Data ekonomi seperti inflasi dan tenaga kerja jadi pertimbangan bank sentral AS," tutur Rully.

Rully menilai, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS telah menemukan titik ekuilibrium baru. Jadi kekhawatiran pelaku pasar terhadap nilai tukar rupiah akan menembus 15.000 per dolar AS menjadi susut. "Rupiah akan bergerak di kisaran 14.000-14.100 per dolar AS," kata Rully.

Mengutip Bloomberg, Kepala Riset PT Yuanta Securities Indonesia, Kim Kwi Sjamsudin menuturkan kalau investor sudah melihat tanda kalau rupiah telah stabil. "Rupiah tidak akan menurun secara signifikan lebih lanjut. Setelah itu telrihat stabil, pelaku pasar akan menemukan kalau valuasi saham Indonesia menarik," kata Kim.

Kurs tengah Bank Indonesia menunjukkan kalau rupiah telah melemah terhadap dolar AS sekitar 17,8 persen dari posisi 12.440 pada 31 Desember 2014 menjadi 14.696 pada 30 September 2015.

Rupiah Seharusnya Menguat

Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro pernah mengatakan kalau saat ini terjadi kondisi anomali sehingga memicu pelemahan nilai tukar rupiah. Menurut Bambang, variabel indikator ekonomi makro Indonesia sudah menunjukkan perbaikan dari sisi defisit transaksi berjalan semakin menyempit, inflasi lebih terkendali dan neraca perdagangan mengalami surplus.

Dia menjelaskan, defisit transaksi berjalan Indonesia sudah menyentuh di bawah 2,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara inflasi, sambungnya, mengarah di bawah 7 persen secara tahunan (year on year) dan berada di kisaran 2,2-2,3 persen (year to date). Neraca perdagangan Indonesia mencatatkan surplus dengan realisasi penurunan impor.

"Indikator makronya sudah membaik, sebenarnya syarat untuk penguatan rupiah sudah ada. Namun memang kondisi global dan isu sentimen domestik lain yang mengakibatkan (pelemahan kurs rupiah)," ujar Bambang. (Ilh/Ahm)*

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya