Soal Freeport, Dua Menteri Ini Diminta Tak Gaduh Lagi

Sesuai dengan peraturan yang berlaku, perpanjangan kontral Freeport Indonesia dilakukan dua tahun sebelum masa kontrak berakhir.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 17 Okt 2015, 14:05 WIB
Diterbitkan 17 Okt 2015, 14:05 WIB
PT Freeport Indonesia.
PT Freeport Indonesia (Foto: Istimewa).

Liputan6.com, Jakarta - Perseteruan antara dua Menteri di Kabinet Kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla, kembali terjadi. Kali ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli saling berseteru terkait kelanjutan operasi PT Freeport Indonesia.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Satya W Yudha mengatakan, seharusnya kedua menteri tersebut tak membuat gaduh dan melempar masalah itu ke publik.

"Jangan membuat gaduh politik lagi, ini seharusnya menjadi momen membenahi bangsa. Jika memang ada keributan, itu harusnya tidak dilempar kepada publik," ujar Satya dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (17/10/2015).

Dia pun meminta kedua menteri mencontoh apa yang dilakukan DPR, dimana menyelesaikan masalah ini, harus senyap agar masyarakat tidak binggung.

"1.000 komentar bisa saja keluar, tapi kita tahan. Hal ini agar masyarakat tidak menjadi binggung," tegas politikus Golkar itu.

Sementara itu, Direktur Eksekutif IRESS, Marwan Batubara mengkritik Satya yang mengatakan DPR harus senyap. "Pak Satya tadi meributkan kisruh, dikesankan seperti DPR yang diam. Padahal fungsi DPR itu pengawasan. Kenapa menjadi diam," tegas Marwan.

Marwan pun menegaskan, hal ini merupakan kesalahan pemerintahan sebelumnya, yang belum menyelesaikan masalah regenegoisasi PT Freeport Indonesia. "Karena itu, jika pemerintahan Presiden Jokowi ingin menjadi pembuat solusi, maka harus segera selesaikan regenegoisasi agar Freeport menjalani 6 kewajiban, yang diantaranya smelter dalam negeri, penerimaan negara (royalti) yang belum tuntas," tutur dia.

Sementara itu, Pengamat Politik Populi Center Nico Harjanto menegaskan, sekarang bukan lagi waktunya untuk bertengkar. "Ini menganggu stabilitas politik. Seharusnya ini tidak tepat dilakukan, karena proses regenegoisasi itu bukan hanya di freeport tapi yang lain. Bagaimana menjaga itu agar Indonesia mendapat keuntungan," pungkas Nico.

Sebelumnya, keributan terjadi antara Menteri Sudirman Said dan Menteri Rizal Ramli, dipicu pernyataan tertulis kepada media pada 9 Oktober 2015 kemarin, yang dinilai kontrak PT Freeport Indonesia telah diperpanjang. Menteri Sudirman pun membantah pihaknya melakukan perpanjangan.

"Tidak ada kata-kata perpanjangan kontrak.Tetapi, rumusan itu menjadi solusi bagi persiapan kelanjutan investasi Freeport dalam jangka panjang," jelas Menteri Sudirman.

Namun, Menteri Rizal Ramli langsung menanggapi rilis tersebut. Dia menyebut Sudirman ‘keblinger’ menjanjikan perpanjangan kontrak Freeport. Padahal, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, yakni Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2010, perpanjangan kontrak baru bisa dilakukan dua tahun sebelum masa kontrak berakhir, atau dalam kasus Freeport tahun 2019. (Putu Merta/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya