Arief Yahya: Malaysia Adalah Musuh Utama RI di Sektor Pariwisata

Kontribusi pariwisata ke PDB Indonesia hanya sebesar 9 persen, sedangkan Malaysia dan Thailand masing-masing 15 dan 20 persen.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 26 Nov 2015, 16:37 WIB
Diterbitkan 26 Nov 2015, 16:37 WIB
20150930- Menteri Pariwisata Arief Yahya-Jakarta
Menteri Pariwisata, Arief Yahya saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/9/2015). (Liputan6.Com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) ambisius mengejar target peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) dan devisa di sektor pariwisata dalam lima tahun ke depan. Strategi ini dimaksudkan untuk bisa mengalahkan Malaysia dan Thailand.

Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, Presiden Jokowi menargetkan basis kunjungan turis yang melancong ke Indonesia mencapai 20 juta pada 2019. Adapun tahun ini ditargetkan 10 juta kunjungan wisman. Dari realisasinya, Indonesia mencetak jumlah kunjungan wisman 7 juta turis sampai kuartal III 2015.

"Saya yakin dalam kurun waktu November-Desember, kita bisa capai target dengan penambahan 3 juta turis. Paling enak tumbuh kalau pasar domestik kuat," ujarnya saat ditemui di acara Kompas CEO Forum, Jakarta, Kamis (26/11/2015).


Mantan Direktur Utama PT Telkom Tbk itu mengaku, musuh terbesar Indonesia di sektor pariwisata adalah Malaysia, meskipun secara profesional kompetitor Indonesia adalah Thailand. ‎Pariwisata negara ini masih kalah jauh dibanding Malaysia dan Thailand, baik dari sisi kontribusi pariwisata terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan indeks kompetitif pariwisata di dunia.

Sambung Arief, ‎kontribusi pariwisata ke PDB Indonesia hanya 9 persen, sedangkan Malaysia dan Thailand masing-masing 15 dan 20 persen. Dari penghasilan devisa, lanjutnya, Indonesia hanya mampu mengumpulkan US$ 11 miliar atau naik dibanding tahun sebelumnya US$ 10 miliar. Sementara devisa Malaysia dari sektor ini sebesar US$ 21 miliar dan Thailand US$ 40 miliar.

"‎Musuh utama kita adalah Malaysia. Sedangkan profesional kompetitif kita dari Thailand. Jauh lebih besar dari kita, bahkan US$ 40 miliar devisa Thailand lebih tinggi dibanding devisa dari ekspor migas kita yang cuma US$ 30 miliar," paparnya.


Dari sisi indeks kompetitif pariwisata, Arief mengaku Indonesia masih berada di posisi 50 pada 2015 atau naik dari ‎ranking periode 2013 yang bertengger di level 70. Sementara peringkat Malaysia dan Thailand masing-masing 25 dan 35. Padahal secara sumbangsih, pariwisata Indonesia mampu menyerap tenaga kerja langsung 3 juta orang dan tidak langsung sampai 9 juta orang.

"Tapi bersyukur, pertumbuhan pariwisata di periode Januari-Juni ini di Malaysia turun 9,4 persen, sedangkan Indonesia naik 3,53 persen di sembilan bulan 2015. Jadi sebenarnya kita bisa mengalahkan Malaysia dalam kurun waktu 2 tahun, lalu setelahnya kalahkan Thailand," tegas Arief.

Menurutnya, Indonesia perlu mengenali kelemahan dan keunggulan kompetitor, termasuk diri sendiri sehingga mampu memperbaikinya dan memenangkan persaingan di sektor pariwisata. Kelemahan Negara ini, kata Arief, adalah infrastruktur. "Infrastruktur kita kurang memadai, kita kalah di situ. Jadi ini perlu diperbaiki," pungkas Arief. (Fik/Gdn)*

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya