Usut Kasus Pajak Korporasi, Kejaksaan Diminta Hati-hati

Lembaga hukum ini juga diminta tidak terlalu mudah menerapkan pasal-pasal dalam beleid tindak pidana korupsi.

oleh Liputan6 diperbarui 11 Jan 2015, 12:26 WIB
Diterbitkan 11 Jan 2015, 12:26 WIB
Ilustrasi Pajak (3)
Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung diminta lebih berhati-hati saat mengusut dugaan kasus pajak satu korporasi atau institusi bisnis.

Lembaga hukum ini juga diminta tidak terlalu mudah menerapkan pasal-pasal dalam beleid tindak pidana korupsi.

Ini diungkapkan Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo yang mencontohkan seperti pada kasus restitusi pajak PT Mobile 8 Telecome Tbk (Mobile 8).
 
Dalam kasus Mobile 8, Kejaksaan Agung tidak memiliki kewenangan melakukan penyelidikan dan penyidikan.

Menurut dia, ranah yang bisa ditangani kejaksaan berkaitan dengan tindak pidana korupsi, seperti yang dilakukan pegawai pajak. Namun bila terkait kasus restitusi pajak, kewenangan menyidik ada pada Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perpajakan.

“Jadi kasus seperti Mobile 8 tidak bisa dimasukkan dalam domain kasus korupsi,” jelas dia, seperti dikutip Senin (11/1/2016). 

Hal lain yang disoroti terkait jika masalah restitusi ini dikembalikan ke Direktorat Jenderal Pajak dan kemudian diduga ada indikasi pidana, proses penyidikan pun harus bertahap. Sementara untuk restitusi pajak Mobile 8, Ditjen Pajak menilai sudah tidak ada masalah.
 
Dia mengatakan, jika ada kasus pidana dalam perpajakan, PPNS pun harus melakukan pemeriksaan awal lebih dulu. Semacam pengumpulan bukti awal dalam proses penyelidikan tindak pidana di kepolisian atau kejaksaan.
 
Kemudian seandainya ditemukan bukti permulaan yang cukup, pembayar pajak juga masih diberi kesempatan untuk membayar denda administrasi.

“Pajak kan, prioritas di penerimaan negara, saya kira harus ditempatkan dahulu di Ditjen pajak," tegas dia.
 
Yustinus mencontohkan, pada kasus pajak Asian Agri, Kejaksaan pun tidak melakukan penyelidikan maupun penyidikan dari tahap awal. Mereka hanya menerima pelimpahan dari Ditjen Pajak. Selanjutnya tugas jaksa adalah melakukan penuntutan.
 
Dari sisi undang-undang, Kejaksaan juga memiliki limitasi alias keterbatasan mengingat UU Korupsi itu bersifat lex generalis sementara di UU Pajak Lex Specialis.
 
Kejaksaan bisa menyidik kasus pajak pun jika hanya ada seorang PNS yang misalnya melakukan korupsi.  Sementara untuk korporasi harus dikedepankan UU Pajak. 
 
"Kalau indikasi korupsi itu baru bisa diberlakukan pada pegawai pajak yang korupsi, baru bisa Tipikor masuk, kalau tidak ada, ya tidak bisa dipaksakan, sementara ini kan murni korporat, ya harusnya UU Pajak," tandas dia.
 
Karena itu, penyelidikan restitusi pajak Mobile 8 justru dicurigai lebih bermuatan politik ketimbang upaya penegakan hokum karena memang tidak negara dalam masalah yang dilemparkan Kejaksaan Agung ini.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya