Pemerintah Ingin Peran BPK Bisa Lebih Menggigit

Kementerian dan lembaga seharusnya tidak berbangga jika mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 19 Jan 2016, 12:45 WIB
Diterbitkan 19 Jan 2016, 12:45 WIB
20160119-Sejumlah Tokoh Jadi Narasumber di Sarahsehan Refleksi 69 Tahun BPK RI-Jakarta
(Ki-ka) Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, Walikota Bogor Bima Arya, Kaditama Reubang BPK RI Bachtiar Arif dan Menpan Yuddy Chrisnandi saat acara sarasehan Refleksi 69 Tahun BPK di Gedung BPK RI, Jakarta, Selasa (19/1). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Yuddy Chrisnandi meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk meningkatkan perannya sebagai lembaga audit pemerintah‎. BPK diharapkan tak hanya memberikan opini dalam laporan keuangan pemerintah.

Yuddy menjelaskan selama ini peran BPK masih sebatas penilaian kinerja laporan keuangan pemerintah yang cakupannya di kementerian dan lembaga. Seharusnya, kata dia, peran BPK tak hanya sebatas memberikan penilaian.

"Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, fungsi BPK tidak hanya melihat hasil laporan keuangan, tapi ada output-nya," katanya dalam Sarasehan 69 Tahun BPK di gedung BPK, Selasa (19/1/2016).

Menurut Yuddy, selama ini pemerintah menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk mendorong pembangunan. Dana APBN tersebut bukan merupakan dana pemerintah, melainkan dana dari masyarakat yang dihimpun dengan berbagai cara, seperti pengenaan pajak dan cukai. 

Karena dana APBN merupakan dana milik rakyat, maka pengawasannya harus lebih ketat. "Jadi dana ini untuk apa? Faktanya di lapangan seperti apa, ini BPK harus sampai ke situ," ucap Yuddy. 

Fungsi badan audit layaknya BPK di negara lain, seperti Amerika Serikat, Australia, dan Inggris. Di negara-negara ini badan audit sudah menerapkan fungsi pengawasan secara luas seperti yang dijelaskannya. Sebab menurut dia, pemerintahan yang transparan, efektif, dan bertanggung‎ jawab adalah modal untuk menjadi negara maju.

Selain itu, Yuddy juga meminta kepada kementerian dan lembaga untuk tidak berbangga jika mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK. Alasannya, opini WTP tersebut seharusnya sudah menjadi keharusan bagi kementerian dan lembaga.

"Kalau sebuah instansi mendapatkan WTP jangan bangga, karena memang seharusnya seluruh kementerian dan lembaga pemerintahan itu WTP. Itu kewajiban," tuturnya. 

Seperti diketahui, selama ini BPK memberikan penilaian kepada hasil audit dengan opini. Jika dalam laporan keuangan dari kementerian dan lembaga ditemukan banyak kesalahan atau penyimpangan, maka akan akan mendapat opini Disclaimer. Untuk tingkat selanjutnya adalah Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dan paling tinggi Wajib Tanpa Pengecualian (WTP).

"Jadi BPK ini harus lebih menggigit. Saya yakin rekan-rekan di BPK ini paham maksud menggigit itu seperti apa," Yuddy menegaskan. (Yas/Gdn)‎**


**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya