Sofyan Djalil: Stok Beras Harus 1,2 Juta Ton pada Maret 2016

Wakil Presiden Jusuf Kalla menggelar rapat koordinasi membahas mengenai pangan pada Senin, 25 Januari 2016.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 25 Jan 2016, 19:00 WIB
Diterbitkan 25 Jan 2016, 19:00 WIB
20160105-Awal 2016, Stok Beras di Pasar Induk Cipinang Masih Stabil-Jakarta
Pekerja menata karung beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, Selasa (5/1/2016). Pasokan dan harga beras di Pasar Induk Cipinang pada awal 2016 masih stabil. Stok beras di gudang saat ini sekitar 40 ribu ton. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla menggelar rapat koordinasi membahas mengenai pangan bersama sejumlah Menteri Kabinet Kerja terkait di rumah dinasnya. Dalam rapat diputuskan perlunya ketersediaan beras atau cadangan beras sebesar 1,2 juta ton.

"Salah satu idenya merealisasi apa yang telah diputuskan supaya cadangan nasional selalu harus ada paling sedikit 1,2 juta ton pada Maret. Karena walaupun tertunda panen tidak akan mengancam masalah beras," kata Kepala Badan Perencanaan Nasional Sofyan Djalil, di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin (25/1/2016).

Rapat itu dihadiri oleh Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Kepala Bappenas Sofyan Djalil, dan Menteri Perdagangan Thomas Lembong.

Selain soal stok beras, Sofyan menuturkan JK mendapat sejumlah laporan tentang kondisi pangan Indonesia terkini. Salah satunya, lanjut Sofyan, dijelaskan pada JK soal PPN sapi yang sudah dibatalkan.

"Tadi rapat pangan yang memperbaharui kondisi yang masa pangan kita, kebijakan beras. Sebagaimana telah diputuskan sebelumnya, Pak Wapres memang mendapatkan laporan saja tentang masalah impor beras, jagung, pakan ternak, daging. Sebagian besar itu sudah diselesaikan kemarin oleh Menko (Darmin)," tandas Sofyan.

Sebelumnya, pemerintah bersiap untuk melaksanakan kembali impor beras pada tahun ini. Kali ini, Indonesia akan mengambil beras dari Pakistan dan India. Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyampaikan kebijakan tersebut tidaklah tabu untuk dilakukan.

"Masalahnya bukan impor atau tidak impor, tapi soalnya ialah untuk menjaga stabilitas harga beras. Karena harga beras yang tentukan, kalau tidak stabil dan naik, maka kemiskinan naik. Bukan dari Pakistan atau dari mana," tutur JK.

JK menuturkan, impor masih diperlukan untuk menjaga ketersediaan beras di Indonesia. Meski demikian, niat untuk swasembada pangan tidak dilupakan begitu saja. Pemerintah berusaha sekuat tenaga untuk menjalankan hal tersebut. "Swasembada tetap jalan, mudah-mudahan bisa kita capai. Tapi dalam hal yang sama, tidak boleh kekurangan persediaan," ujar JK.

Menteri Perdagangan Thomas Lembong  menambahkan, pemerintah akan menjalin kerja sama dengan Pakistan untuk melihat kemungkinan adanya pembelian beras dari negara tersebut.

"Sedang berjalan. Sudah tanda tangan MoU dengan pemerintah Pakistan, G to G (government to government). Sekarang Bulog lagi pelajari detail-detail teknis stok beras yang ada di Pakistan," ujarnya.

Selain dengan Pakistan, menurut Thomas, Indonesia juga membuka peluang mengimpor beras dari negara lain, yaitu India. Saat ini, India menjadi salah satu negara eksportir beras terbesar di dunia. "Kami juga mendorong tanda tangan Mou dengan India karena negara tersebut eksportir terbesar beberapa tahun ini. Mereka ekspor US$ 3 - 4 miliar per tahun beras putih," kata dia. (Silvanus Alvin/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya