Liputan6.com, Jakarta - Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan yang tengah dibahas di DPR saat ini dinilai oleh beberapa pihak bakal mengancam industri rokok. Adanya rencana pembatasan impor sebesar 20 persen dari total kebutuhan tembakau, penetapan bea masuk tembakau impor sebesar 60 persen, dan pengenaan cukai tiga kali lipat bagi rokok yang menggunakan tembakau impor dinilai akan mematikan industri.
Menurut Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Willem Petrus Riwu, ketentuan yang ada di dalam RUU tersebut harus dilihat secara komprehensif.
"Kita harus mempertimbangkan kebutuhan dari sisi industri," jelasnya di Jakarta, Senin (15/2/2016).
Â
Advertisement
Baca Juga
Willem mengatakan, setiap pemangku kepentingan harus berupaya mencari jalan keluar dari persoalan ini. Dia berharap tak ada yang dirugikan dalam persoalan ini.
"Faktanya, total ketersediaan tembakau dalam negeri belum dapat mencukupi kebutuhan industri. Tentu kita tidak boleh menutup mata akan hal ini dan harus mencari jalan keluar," jelasnya.
Sementara itu, Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), Ismanu Soemiran, mengungkapkan bahwa tembakau dalam negeri baru mampu memenuhi kurang dari 50 persen dari total kebutuhan industri rokok.
Karena itu rencana DPR melalui RUU Pertembakauan yang membatasi tembakau impor dan pengenaan bea masuk tembakau impor yang sangat tinggi dinilai akan sangat menyulitkan industri.
Senada dengan Gappri, Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Muhaimin Moeftie, meminta pemerintah untuk memperhatikan beberapa poin dalam membahas RUU Pertembakauan. Wacana pembatasan impor tembakau merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan.
"Produksi rokok saat ini sudah lebih dari 300 miliar batang, jadi lebih dari 300 ribu ton tembakau per tahun yang dibutuhkan, sedangkan produksi tembakau dalam negeri masih kurang dari 200 ribu ton per tahun. Jadi jika pemerintah ingin membatasi penggunaan tembakau impor, maka dibutuhkan masa transisi yang cukup lama, dan upaya yang konkrit dalam meningkatkan produktivitas tembakau nasional," ujarnya.
Menurutnya selama masa transisi tersebut kerja keras pemerintah sangat diperlukan untuk memastikan pasokan dalam negeri dapat mencukupi kebutuhan industri. Selain dari segi kuantitas, Moeftie juga menyoroti masalah kualitas dari jenis tembakau yang ada di dalam negeri.
"Pembuatan rokok tidak hanya menggunakan satu jenis tembakau, ada beberapa jenis yang digunakan. Nah, beberapa jenis tembakau tersebut tidak bisa dibudidayakan secara optimal di Indonesia," jelasnya.
Rencana pengenaan cukai tiga kali lipat bagi rokok yang menggunakan tembakau impor juga dinilainya kurang tepat. Karena hal ini dapat membunuh industri. "Perlu diketahui, saat ini hampir seluruh pelaku industri menggunakan tembakau impor, baik pabrik kecil maupun yang besar," papar Moeftie.