Pengusaha Protes Tarif Timbun Kontainer Naik hingga 900 Persen

Pengusaha bahkan mengancam akan mengadukan kebijakan tarif timbun kontainer ini kepada Presiden Jo‎ko Widodo (Jokowi) dan parlemen.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 16 Mar 2016, 17:44 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2016, 17:44 WIB
20160218-KA-Logistik-Jakarta-Rizal-Ramli-FF
Rizal Ramli menyaksikan proses bongkar muat KA Logistik dari Stasiun Pasoso menuju Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (18/2). Pengoperasian KA Logistik dimaksudkan untuk mengurangi sepertiga kemacetan pelabuhan. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia serta para asosiasi pengguna jasa pelabuhan menolak pengenaan tarif progresif penimbunan kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, sebesar 900 persen terhitung 1 Maret 2016.

Pengusaha bahkan mengancam akan mengadukan hal tersebut kepada Presiden Jo‎ko Widodo (Jokowi) dan parlemen.

Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Logistik dan Pengelolaan Rantai Pasokan Rico Rustombi mendesak manajemen PT Pelindo II (Persero) mencabut surat keputusan direksi Nomor HK.568/23/2/1/PI.II tentang tarif pelayanan jasa peti kemas pada terminal peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok.

Protes keras itu dilayangkan setelah mendengar keluhan dan konsolidasi serta kajian mendalam dengan 15 asosiasi pengguna jasa impor pelabuhan‎. Ke-15 asosiasi itu meliputi AISI, GAIKINDO, APBI-BAN, APRISINDO, API, GPEI, HKI, APINDO, GB-Elektronika, APJP, ALI, APSYFI, AMKRI dan Gakeslab.


Menurut dia, semua sepakat bahwa penerapan tarif progresif 900 persen pada hari kedua setelah kapal sandar di pelabuhan akan mengakibatkan kenaikan biaya logistik. Sementara pekerjaan bongkar muat peti kemas oleh Pelindo memakan waktu 4-5 jam. Rata-rata waktu kedatangan kapal pukul 10.00-11.00 malam, lewat pukul 12.00 malam sudah dikenakan tarif progresif.

"Kadin tidak sepakat dengan beleid atau pengenaan tarif progresif 900 persen. Ini melukai rasa keadilan pengguna jasa impor di pelabuhan, karena biaya logistik jadi tinggi. Pemberlakuan sudah dirasakan pengusaha," keluh Rico saat Konferensi Pers di Hotel Gran Melia, Jakarta, Rabu (16/3/2016).

Tarif 900 persen, ujar dia, dikenakan kepada pengguna jasa pelabuhan pada hari kedua. Detailnya, untuk hari pertama tidak dipungut tarif pelayanan jasa penumpukan. Kemudian baru berlaku ketika memasuki hari kedua dan seterusnya, dihitung per hari sebesar 900 persen dari tarif dasar.

"Sebelumnya tiga hari pertama free, hari keempat dikenakan 500 persen, hari ketujuh dipungut 750 persen. Itu tidak kita ganggu, tapi sekarang menjadi hari kedua sebesar 900 persen. Belum lagi ada penalti atas penumpukan barang. Jadi sudah naik tinggi tarifnya, terus kita juga dikenakan pinalti atau denda," kata Rico.

Ia menegaskan, aturan ini jelas bertentangan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 117/2015 tentang relokasi barang atau peti kemas di Tanjung Priok. Dalam Pasal 3, menyebutkan pemilik barang atau importir mendapat kelonggaran menumpuk barang ‎di pelabuhan tiga hari.

"Ini jelas tidak sinkron, dan tidak sesuai dengan arahan Pak Jokowi. Kalau tujuannya mau menurunkan dwelling time (waktu bongkar muat kapal) bukan dengan menaikkan tarif, karena malah bikin biaya logistik mahal. Dwelling time bisa turun dengan simplifikasi aturan, bangun infrastruktur dan lainnya," tegas dia. (Fik/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya