Pekerja Tolak Raperda Kawasan Tanpa Rokok DKI Jakarta

Aturan yang rencananya disahkan pada Senin (21/3/2016) ini dinilai telah mengabaikan nasib pedagang kecil dan diskriminatif.

oleh Nurmayanti diperbarui 21 Mar 2016, 13:46 WIB
Diterbitkan 21 Mar 2016, 13:46 WIB
20160119-Buruh-Tembakau-AFP
Karyawan bekerja di sebuah perusahaan rokok lokal Indonesia yang mempekerjakan 600 pekerja perempuan di Malang, Jawa Timur (29/1/2013). (AFP/AMAN Rochman)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Daerah DKI Jakarta tengah menggodok rancangan Peraturan Daerah (raperda) tentang Kawasan tanpa Rokok (KTR). Tak hanya industri, pekerja di industri rokok menolak kebijakan pemerintah yang dinilai tidak melindungi mereka.

Aturan yang rencananya disahkan pada Senin (21/3/2016) ini dinilai telah mengabaikan nasib pedagang kecil dan diskriminatif. Itu karena pemerintah dinilai tidak mampu menyediakan tempat khusus merokok sebagaimana diperintahkan Mahkamah Konstitusi.

Ketua Umum Persatuan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) sektor rokok, tembakau dan minuman, Bonhar Darma Putra, menilai aturan itu tidak memperdulikan dan mengakomodir kepentingan masyarakat pedagang kecil seperti pengasong, warung kecil dan usaha sejenis yang berkaitan dengan usaha dan kegiatan rokok. "Kebijakan itu hanya akan mematikan pedagang kecil dan diskriminatif," tegas Bonhar, Senin (21/3/2016).

Bahkan Bonhar menegaskan jika aturan itu jadi disahkan, kemungkinan besar pekerja akan melakukan aksi demo ke DPRD DKI dan kantor Gubernur DKI Jakarta untuk menolak aturan itu.


Pekerja dikatakan sudah menyampaikan surat protes dan penolakan Raperda yang ditembuskan ke Menteri Koordinator Perekonomian, Menteri Perindustrian, Menteri Perdagangan, dan Menteri Sosial.

Dia berharap pemerintah pusat memperhatikan karena aturan-aturan seperti itu sangat tidak pas diterapkan di tengah perlambatan ekonomi. Draf aturan rokok diminta tidak bersifat diskriminatif. Bukan hanya mengakomodir kepentingan masyarakat yang tidak merokok / masyarakat anti rokok semata, tetapi juga masyarakat secara keseluruhan.
 
Pihaknya pun merekomendasikan dan berpendapat agar kiranya pembahasan draf Kawasan Tanpa Rokok di wilayah Pemprov DKI Jakarta agar lebih bijaksana harus dibarengi dengan penyediaan Tempat Khusus Merokok (TKM).

Sebelumnya, penolakan datang dari industri. Ketua Harian Gaprindo Muhaimin Moeftie mengatakan, pasal dalam Raperda KTR bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Seharusnya raperda harus mengacu pada aturan yang lebih tinggi.

“Secara hukum, peraturan di tingkat nasional menjadi acuan bagi peraturan daerah dan peraturan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang hierarkinya lebih tinggi," tegas Muhaimin.

Salah satu yang memberatkan adalah aturan pada Padal 23 ayat 1 dan 2 pada raoerda KTR. Dalam pasal itu tertulis melarang pedagang memperlihatkan jenis, merek, warna, logo, dan wujud rokok.

Aturan itu sangat berbeda dengan PP 109/2012 yang tidak melarang menampilkan kemasan rokok. Juga bertentangan dengan Pasal 4 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menyatakan bahwa konsumen memiliki hak atas informasi mengenai produk barang dan/atau jasa.

“Pasal ini menghilangkan hak produsen untuk mengkomunikasikan produknya kepada konsumennya,” imbuh dia.

Tidak adanya aturan penyediaan tempat khusus merokok, kemudian melarang promosi rokok yang meresahkan para produsen. Bahkan, raperda ini bukan membatasi tapi melarang total.(Nrm/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya