Liputan6.com, Jakarta - Indonesia dinilai perlu melakukan diversifikasi pangan. Seiring dengan jumlah lahan persawahan yang terus turun, perlu ada alternatif makanan lain selain beras. Sagu dinilai jadi salah satu pilihan yang baik.
Menurut Ahli Sagu dari Institut Pertanian Bogor, Prof Hasyim Bintoro, saat ini, produktivitas sagu di Indonesia cukup besar. Dengan luas area sagu 5,5 juta hektar pemerintah diharapkan dapat memaksimalkan potensi sagu tidak hanya sebagai komoditi pangan nasional namun juga sebagai komoditi industri untuk memajukan kesejahteraan.
"Dengan tingginya laju pertumbuhan penduduk Indonesia, tidak bisa dipungkiri perlunya diversifikasi pangan agar kebutuhan pangan Indonesia bisa berdaulat. Namun dengan berkurangnya lahan sawah di pulau Jawa, kondisi cuaca yang sering tidak menentu dan banyaknya waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk budidaya padi, maka perlu ada alternatif karbohidrat. Sagu bisa menjadi pilihan terbaik.” ujarnya, Jakarta, Senin (16/5/2016).
Advertisement
Baca Juga
Secara alami, tanaman sagu tumbuh membentuk hutan-hutan yang tersebar di pantai Barat dan Timur Pulau Sumatera, pulau-pulau di sekitar Sumatera, seperti Kepulauan Mentawai, Kepulauan Meranti, Kepulauan Riau (Natuna, Anambas, Lingga dan Tanjung Balai Karimun) dan di Kalimantan.
Apabila dibudidayakan, sagu tidak membutuhkan perawatan dan biaya yang mahal karena populasinya yang tinggi sehingga serangan hama maupun penyakit tanaman tidak akan banyak merugikan tanaman sagu. Selain itu, lanjutnya, menurut hasil penelitian, dengan atau tanpa pupuk, pohon sagu akan tetap menghasilkan pati yang tinggi.
Dikatakan Hasyim, sebagai makanan pokok, sagu memiliki kadar serat yang tinggi dengan kadar glikemik yang rendah. Oleh karenanya, apabila dikonsumsi sebagai pengganti beras, selain mengenyangkan, sagu juga baik untuk penderita diabetes.
"Masyarakat di Sulawesi, Maluku dan Papua masih mengkonsumsi sagu sebagai makanan pokok," tuturnya.
Untuk bahan baku industri, pati sagu dapat diolah menjadi plastik yang mudah terurai, ramah lingkungan dapat digunakan sebagai bahan perekat untuk industri kayu.
Selain itu, pohon sagu setelah dipotong dapat dijadikan sebagai alternatif pakan ternak seperti di daerah Sulawesi dan Kalimantan. Ampas sagu juga dapat digunakan sebagai media tumbuh untuk budidaya jamur yaitu jamur ampas sagu yang karakteristiknya mirip dengan jamur merang dan juga untuk media tumbuh pembibitan tanaman kelapa sawit, kakao dan cengkeh. Dan tentunya, ampas sagu ini pada akhirnya dapat dijadikan sebagai pupuk kompos yang dapat mengurangi pupuk buatan.
“Dengan begitu banyak kegunaan sagu, baik dalam bentuk pati, turunan lainnya hingga ke ampasnya, seharusnya pemerintah lebih banyak menaruh perhatian dalam memaksimalkan budidaya dan pengembangan produk-produk berbahan dasar sagu,” katanya.