Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menutup lima Bank Perkreditan Rakyat/BPR sejak Januari 2016 sampai saat ini. Keputusan menutup ini karena ada indikasi kasus kecurangan perbankan atau fraud oleh para pemilik.
"Kita sudah menutup 5 BPR dari awal tahun ini sampai dengan sekarang. Ada 1.800 BPR di Indonesia, jadi wajar saja kita telah menutup 5 BPR," ujar Kepala Eksekutif LPS, Fauzi Ichsan di kantornya, Jakarta, Jumat (20/5/2016).
Fauzi menuturkan, bank-bank perkreditan rakyat itu ditutup karena alasan kasus kecurangan atau penggelapan dana perbankan, serta salah urus. Bukan karena terjadi masalah di likuiditas.
"Rata-rata kita tutup karena kasus fraud oleh pemilik BPR atau pengelola manajemen BPR. Tidak ada masalah dengan likuiditas, karena kalau BPR dikelola dengan baik, marjin bunga bersih (Net Interest Margin/NIM) pasti tinggi," jelas dia.
Baca Juga
Dalam Undang-undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK), LPS menjadi lembaga mempunyai kewenangan melakukan restrukturisasi pada bank yang berdampak sistemik ketika terjadi krisis.
"Pada dasarnya bank yang masih sehat atau hidup di bawah wewenang OJK, kita percaya pada OJK. Tapi kalau sudah masuk ke pengawasan intensif, apalagi khusus, baru kita dilibatkan. LPS ini adanya di ujung," tutur dia.
Usai diterbitkan UU PPKSK, Fauzi mengakui, LPS akan segera membahas aturan turunan LPS, seperti Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan Peraturan LPS. (Fik/Ahm)