Menkeu Minta Maaf Penerimaan Pajak RI Belum Maksimal

Menkeu Bambang Brodjonegoro menuturkan Ditjen Pajak selalu terbentur dengan UU kerahasiaan perbankan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 23 Mei 2016, 19:45 WIB
Diterbitkan 23 Mei 2016, 19:45 WIB
20151103-Menkeu Beberkan APBN 2016
Menteri Keuangan Bambang PS Brodjonegoro saat memberikan keterengan pers di Gedung Pajak, Jakarta, Selasa (3/11/2015). Dalam keterangan tersebut Menkeu menjelaskan perincian APBN 2016 yang telah disahkan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Sejak satu dekade lalu, realisasi penerimaan pajak di Indonesia selalu meleset dari target. Pemerintah kerap mempermasalahkan kekurangan data sebagai tameng dari kegagalan kinerja dalam mengumpulkan setoran pajak.

Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro mengungkapkan pemerintah melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak mempunyai kemampuan membangun sistem teknologi informasi (IT) canggih. Namun akan sia-sia tanpa dibekali data pajak yang memadai baik Wajib Pajak di dalam negeri maupun di luar negeri.

"Kita selama ini kesulitan mendapatkan data transaksi apartemen maupun perbankan. Masih ada kerahasiaan, jadi mohon maaf kalau penerimaan pajak belum optimal," ujar dia saat menghadiri 13th Asia Pacific Tac Forum (APTF) di kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (23/5/2016).

Dia mengatakan, ujung tombak pajak adalah data. Sementara Ditjen Pajak selalu terbentur Undang-undang (UU) Kerahasiaan Perbankan untuk melacak data nasabah demi kepentingan pajak.

Di samping itu, sambung Bambang, Indonesia menganut sistem perpajakan self assessment (menghitung, melaporkan dan membayar pajak sendiri).

"Karena self assessment, maka kita melakukan pemeriksaan. Dengan cara itu, kita bisa mendapatkan penerimaan yang lebih sesuai. Termasuk butuh akses data dan informasi," ujar dia.

Beruntung, kata Bambang, ada angin segar dari komitmen implementasi pertukaran data untuk keperluan pajak (Automatic Exchange of Information/AEoI) dari negara-negara OECD dan G20.

Rencananya konsep tersebut akan berjalan mulai September 2017 oleh sebagian negara, sementara Indonesia bakal merealisasikannya pada 1 September 2018. Sementara untuk negara surga pajak Bahrain dan Panama berkomitmen ikut membuka data pajak pada 2018.  

"Dengan AEoI, pasti ada negara yang tidak senang, yakni tax havens yang akan kehilangan sebagian uang di negaranya. Negara ini tidak akan jadi favorit lagi karena mau simpan uang di mana saja, suatu saat datanya akan terbuka. Tidak ada yang bisa lagi lari dari penghindaran pajak," ujar dia. (Fik/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya