RUU Pertembakauan Harus Perhatikan Kesejahteraan Petani

Sebagai salah satu prolegnas prioritas 2016, saat ini RUU Pertembakauan telah masuk dalam tahap harmonisasi.

oleh Zulfi Suhendra diperbarui 08 Jun 2016, 21:15 WIB
Diterbitkan 08 Jun 2016, 21:15 WIB
20160119-Buruh-Tembakau-AFP
Ratusan buruh Indonesia bekerja di pabrik tembakau memproduksi rokok kretek di Malang Jawa Timur, (24/6/2010). (AFP/AMAN RAHMAN)

Liputan6.com, Jakarta - Pembahasan RUU Pertembakauan kini masih dibahas di kalangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pembahasan ini berjalan lamban karena masih menuai pro dan kontra dari pemerhati kesehatan, petani tembakau, pekerja dan pelaku industri. Sebagai salah satu prolegnas Prioritas 2016, saat ini RUU Pertembakauan telah masuk dalam tahap harmonisasi.

Anggota Komisi IV DPR, Andi Akmal Pasaludin menuturkan, pihaknya masih membutuhkan waktu lama untuk menuntaskan pembahasan RUU ini.

"Perjalanan pembahasan RUU Pertembakauan masih akan memakan waktu lama. Hingga sekarang, kami baru menerima usulan dari berbagai pihak. Selanjutnya baru ada harmonisasi peraturan di Badan Legislasi (Baleg)," jelas Andi di Jakarta, Rabu (8/6/2016).

Alasan terlambatnya pembahasan RUU ini karena banyak pihak yang keberatan dengan beberapa poin yang dimuat. Salah satunya ialah para pelaku industri tembakau yang menilai beberapa ketentuan dalam RUU, khususnya terkait dengan pembatasan impor daun tembakau tanpa masa transisi maupun tanpa upaya konkrit dalam meningkatkan pasokan dalam negeri yang akan mengancam keberlangsungan operasionalnya.

Ketentuan pembatasan impor dalam RUU Pertembakauan melalui kuota, sanksi harga dan cukai tiga kali lipat, serta pengenaan bea masuk impor sejumlah 60 persen, dirasa memberatkan.

Ketua Umum APINDO, Hariyadi Sukamdani, mengatakan, dalam 5 tahun jumlah terakhir pasokan tembakau dalam negeri hingga saat ini hanya dapat mencukupi sekitar 50 persen-60 persen permintaan pabrikan.

"Dalam melakukan pembahasan Undang-Undang, harus melihat realita di lapangan, saat ini produksi dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan industri. Perlu ada kajian akademis yang jelas, DPR harus mengecek langsung ke lapangan apa yang terjadi, karena ada jenis yang memang belum bisa disediakan dalam negeri," jelas Hariyadi.

"Jika industri harus dikenakan sanksi karena mengimpor bahan baku yang tidak dapat dicukupi dalam negeri, hal ini rasanya tidak adil. RUU Pertembakauan sebaiknya difokuskan pada upaya peningkatan produktivitas pertanian tembakau dan kesejahteraan petani," ujar Hariyadi.

Sementara itu, Direktur Minuman dan Tembakau Willem Petrus Riwu Kementerian Perindustrian, mengatakan, industri akan mengalami kerugian jika impor dibatasi.

Willem menegaskan, untuk mengembangkan lahan tembakau di Indonesia, memerlukan waktu yang tak sebentar. Sehingga tidak semerta-merta kebutuhan dalam negeri terpenuhi.

Selain itu, mengenai rencana DPR untuk membatasi kepemilikan asing, Willem menilai hal ini sangat kontraproduktif. Di UU No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Asing sudah diatur tentang investor asing.

"Kepemilikan dari penanaman modal asing itu tidak menyalahi aturan, kok," kata dia.

"Kasihan dong BKPM yang sudah bersusah payah ke luar negeri untuk mengajak investor asing menanamkan modal di Indonesia. Kalau dilarang atau dibatasi sepihak, tentu jadi kontraproduktif," tutur dia. (Zul/Ahm)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya