Liputan6.com, Jakarta - Sawit menjadi komoditas strategis karena mampu mendatangkan devisa besar bagi negara. Untuk itu, komoditas ini harus mendapat dukungan penuh dari pemerintah.
Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Togar Sitanggang menjelaskan, komoditas sawit tak hanya memberikan keuntungan bagi negara namun juga memberikan keuntungan bagi negara. Alasannya, komoditas sawit menjadi salah satu penghasil devisa terbesar bagi negara di tengah turunnya harga minyak fosil saat ini.Â
Togar mengakui pembukaan lahan sawit besar-besaran pada 1985-2005 menjadi awal dari deforestasi. Aksi tersebut akhirnya muncul moratorium yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo. "Kebijakan pemerintah ini membatasi partisipasi Indonesia dalam berkontribusi menyediakan permintaan minyak nabati global di masa depan," jelas dia seperti dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (10/6/2016).
Baca Juga
Sementara, Guru Besar Kehutanan IPB Sudarsono Sudono mengingatkan di tengah polemik kebijakan moratorium, tujuan bernegara harus diarahkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. "Namun prinsip dasar supaya tercapai kemakmuran rakyat adalah bahwa instrumen yang mengatur hal itu tidak boleh mengalahkan tujuan," katanya.
Yuyu Rahayu, Sekretaris Direktorat Jendral Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menambahkan, sawit merupakan komoditas strategis bagi Indonesia, namun dengan dikeluarkannya kebijakan moratorium, hal itu akan memberikan kehidupan yang lebih baik dan menguntungkan bagi rakyat.Â
Sebelumnya pada 26 Mei 2016, Menteri Perdagangan Thomas Lembong mengatakan bahwa pemerintah menggulirkan wacana penundaan sementara (moratorium) izin pembukaan lahan kelapa sawit. Moratorium ini dilakukan agar para pelaku usaha kelapa sawit fokus membenahi produksinya dari lahan yang sudah ada.
Advertisement
Wacana moratorium sawit tersebut sebenarnya memiliki tujuan yang baik. Selama ini pelaku usaha terus melakukan perluasan (ekstensifikasi) lahan kelapa sawit. Namun produksi sawit di lahan yang sudah ada tidak dimaksimalkan.
"Salah satu tujuannya adalah soal produktivitas, yang dimaksud oleh Pak Presiden melontarkan moratorium itu. Ini supaya kita tidak lagi melakukan perluasan atau ekstensifikasi lahan baru," ujar dia di Jakarta, Kamis (26/5/2016).
Thomas mengatakan, saat ini total lahan untuk perkebunan kelapa sawit telah mencapai 11 juta hektar (ha). Dari jumlah tersebut, 55 persen digarap perusahaan besar (inti) dan 45 persen oleh petani plasma.
"Ini lumayan banyak, tapi 40 persen dari luasan tersebut produktivitasnya rendah‎. Saya khawatir kalau dengan ekstensifikasi kita sulit disiplin untuk meningkatkan produktivitas di lahan yang sudah digarap. Kalau stop ekstensifikasi kita akan fokus pada produktifitas‎," kata dia.