Kenapa Konsumsi Ikan RI Lebih Rendah dari Jepang?

Menteri Susi berambisi meningkatkan konsumsi ikan masyarakat Indonesia hingga dua kali lipat dari saat ini 40 kg per kapita per

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 26 Jun 2016, 16:10 WIB
Diterbitkan 26 Jun 2016, 16:10 WIB
Kenapa Konsumsi Ikan RI Lebih Rendah dari Jepang?
Kenapa Konsumsi Ikan RI Lebih Rendah dari Jepang?

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti berambisi meningkatkan konsumsi ikan masyarakat Indonesia hingga dua kali lipat dari saat ini 40 kilogram (kg) per kapita per tahun.

Angka tersebut sangat jauh dengan kebiasaan warga Jepang yang makan ikan 110 kg per kapita setiap tahunnya. Kondisi ini terjadi karena beberapa alasan.  Diakui Susi Pudjiastuti, Indonesia harus meningkatkan konsumsi ikan dari sekarang ini rata-rata 40 kg per kapita setahun menjadi 70 kg-80 kg per tahun.

“Contoh Jepang dan Korea yang warganya banyak makan ikan. Jadi mulai sekarang menu makan di rumah diganti ikan dan telur supaya konsumsi ikan meningkat jangan rata-rata 40 kg setahun, tapi 70 kg-80 kg per tahun,”  kata dia di acara Bazar Ikan Murah, Jakarta, Minggu (26/6/2016). 

Lebih jauh dijelaskan Susi, faktor penyebab konsumsi ikan di Indonesia  sangat rendah karena beberapa hal. Pertama, karena harga ikan mahal dan pasokan ikan segar hasil tangkapan laut tidak ada. 

Dia menerangkan, dalam 10 tahun terakhir, pasar-pasar tradisional hanya dipenuhi ikan air tawar sehingga kurang peminatnya lantaran mengundang bau tanah. Sementara ikan laut, kalaupun ada, harganya sangat mahal.

 “Di mal besar, harga ikan laut satu ons atau 100 gram-nya seharga Rp 40 ribu-Rp 50 ribu. Jadi harga ikan 1 kg sebesar Rp 400 ribu, siapa yang mau beli. Pasokannya pun tidak banyak ikan laut, yang ada cuma mujair, dan ikan lele,” ujarnya.

Namun kondisinya berubah. Menurut Susi, saat ini harga ikan sudah jauh lebih murah di pasar tradisional. Dia mencontohkan harga ikan tengiri hanya Rp 60 ribu per kg sehingga uang senilai Rp 120 ribu yang digunakan untuk membeli daging sapi 1 kg, dapat dibelikan ikan sebanyak 2 kg. Dengan begitu, konsumsi ikan akan meningkat.

“Sekarang ikan mulai banyak lagi, misalnya ikan tongkol dan lainnya di pasar-pasar tradisional pasokannya luar biasa. Di Warteg saja sudah jualan ikan laut, dari sebelumnya cuma ikan mas, ikan mujair saja,” paparnya.

Untuk itu, Menteri Susi mengimbau agar kampanye gemar makan ikan terus digalakkan melalui bazar atau pasar ikan murah. Di samping itu perlu peran serta dari seluruh pihak, termasuk para pedagang untuk beralih dari menjual daging sapi dan ayam ke ikan.

Alasannya, masyarakat Indonesia membutuhkan pasokan ikan lebih banyak sebagai alternatif konsumsi protein hewani dengan harga terjangkau.

“Saya ingin pengusaha-pengusaha di Jakarta, distributor, pedagang yang bergerak di perayaman maupun perdagingan kurangi jualan daging, tapi jualan ikan,” pinta Susi.

Menteri Susi bahkan mengimbau para pengusaha ini untuk berlayar ke Barat sampai ke Timur untuk menangkap ikan segar di perairan Indonesia.

Kemudian menjualnya ke Pulau Jawa, mengingat tingginya kebutuhan maupun permintaan. Apalagi harga daging sapi melambung tinggi mencapai Rp 120 ribu sampai Rp 130 ribu per kg.

“Pengusaha perayaman atau yang jualan daging, segera ke Barat ke Timur, cari ikan, dan jual di Pulau Jawa. Karena Pulau Jawa ikannya kurang. Banyak ikan tangkapan dari Pantai Utara Jakarta, disebut ikan mata goyang. Kalau dimakan, banyak durinya, sehingga cuma bisa dibikin bakso,” harap dia. (Fik/Ndw)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya