Konsumsi Tisu Masyarakat RI Masih Jauh di Bawah Malaysia

Konsumsi tisu masyarakat Indonesia masih di bawah 1 Kg per kapita.

oleh Septian Deny diperbarui 01 Jul 2016, 17:28 WIB
Diterbitkan 01 Jul 2016, 17:28 WIB
Konsumsi tisu berpotensi meningkat
Konsumsi tisu berpotensi meningkat

Liputan6.com, Jakarta - Konsumsi tisu masyarakat Indonesia ternyata jauh lebih rendah jika dibandingkan sejumlah negara di Asia. Padahal, jumlah penduduk Indonesia saat ini ini ke-3 terbesar di Asia setelah China dan India.

Region General Manager Tissue Division Asean & Korea Asia Pulp and Paper (APP) China, Widianto Juwono mengatakan, saat ini konsumsi ‎tisu masyarakat Indonesia masih di bawah 1 kg per kapita per tahun. Sedangkan konsumsi tisu terbesar di Asia yaitu Hong Kong yang mencapai 20 kg per kapita per tahun.

"Konsumsi tisu Indonesia masih di bawah 1 kg per kapita per tahun, Malaysia 5,8 kg, China 4,5 kg, Hong Kong 20 kg per kapita per tahun," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (1/7/2016).

Namun demikian, ke depannya konsumsi tisu masyarakat Indonesia berpotensi terus mengalami peningkatan.‎ Hal ini seiring dengan perubahan gaya hidup dan peningkatan daya beli masyarakat Indonesia.

Widianto mencontohkan, jika dulu tisu lebih banyak digunakan untuk toilet, kini tisu sudah menjadi fasilitas yang wajib ada di tempat-tempat makan. Selain itu, produk tisu juga terus berkembang dengan berbagai bentuk dan pengemasan sehingga menarik minat masyarakat untuk menggunakan tisu.

"Dulu tisu hanya digunakan untuk toilet, sekarang berkaitan dengan mulut‎ dan makanan. Ke depan akan berkembang, sejalan pendapatan masyarakat Indonesia yang meningkat. Makanya perlu diedukasi saat gunakan tisu‎," kata dia.

Meski pun saat ini banyak produk tisu yang beredar di pasaran, namun tingkat keamanan dan kebersihan dari tisu tersebut berbeda-beda. Terutama untuk tisu yang bahan bakunya berasal dari sisa daur ulang kertas.

Widianto menuturkan, tisu jenis ini rawan akan adanya bakteri dari bahan baku daur ulang yang ikut dalam proses produknya. Jadi bukan tidak bakteri dari mungkin tisu tersebut ‎masih mengandung bakteri saat dijual ke pasar.

"Yang daur ulang ketika dicek di laboratorium kadar bakterinya banyak‎, karena memang dari bahan bakunya dari majalah, bekas kardus, kertas bekas. Jadi bahan bakunya tidak higienis sehingga logam berat dalam bahan baku itu terbawa, juga banyak gunakan bahan pemutih. Itu juga jadi residu kemudian mengendap di tubuh dan menjadi penyakit," jelas dia.

Oleh sebab itu, masyarakat harus lebih cermat saat menggunakan tisu, terutama yang berasal dari bahan ‎baku daur ulang. Agar lebih aman, lanjut Widianto, masyarakat dapat memilih produk tisu yang telah berlabel ISO dan halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

"Biasanya jika telah berlabel halal maka sudah higienis. Karena salah satu unsur untuk mendapatkan sertifikasi halal ini yaitu harus bersih dan aman," kata dia. (Dny/Ahm)

**Ingin mendapatkan informasi terbaru tentang Ramadan, bisa dibaca di sini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya