Produksi Melemah, Harga Minyak Kembali Naik

Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) untuk pengiriman Agustus ditutup naik US$ 2,04 atau 4,6 persen ke angka US$ 46,80 per barel.

oleh Arthur Gideon diperbarui 13 Jul 2016, 05:00 WIB
Diterbitkan 13 Jul 2016, 05:00 WIB
Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) untuk pengiriman Agustus ditutup naik US$ 2,04 atau 4,6 persen ke angka US$ 46,80 per barel.
Harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) untuk pengiriman Agustus ditutup naik US$ 2,04 atau 4,6 persen ke angka US$ 46,80 per barel.

Liputan6.com, New York - Harga minyak naik pada penutupan perdagangan Selasa (Rabu pagi waktu Jakarta). Pendorong utama kenaikan harga minyak karena estimasi bahwa produksi minyak di luar negara-negara pengeskpor minyak di bawah angka yang diperkirakan.

Mengutip Wall Street Journal, Rabu (13/7/2016), harga minyak mentah Amerika Serikat (AS) untuk pengiriman Agustus ditutup naik US$ 2,04 atau 4,6 persen ke angka US$ 46,80 per barel di New York Mercantile Exchange. Sedangkan harga minyak Brent yang merupakan patokan harga global naik US$ 2,22 atau 4,8 persen ke angka US$ 48,47 per barel di ICE Futures Europe.

Harga minyak telah melonjak dalam beberapa pekan terakhir karena data persediaan AS terus menunjukkan penurunan. Para pelaku pasar juga terus berharap data persediaan minyak di AS tersebut terus mengalami penurunan.

Sedangkan organisasi negara-negara pengeskpor minyak (OPEC) yang menguasai sepertiga pasokan minyak di dunia menyebutkan dalam sebuah laporannya bahwa produksi negara-negara non-OPEC turun 880 ribu barel per tahun pada 2016 ini. Penurunan tersebut karena adanya produksi yang rendah di Kanada akibat kebakaran hutan.

Kenaikan harga minyak pada Selasa ini berkebalikan dengan perdagangan sehari sebelumnya. Pada perdagangan Senin, harga minyak tertekan. para analis dan broker menjelaskan, penurunan harga minyak yang cukup tajam ini karena para pelaku pasar menyoroti rapuhnya pendorong reli yang telah terjadi sebelumnya.

Sebenarnya permintaan yang ada belum terlalu tinggi namun karena ekspektasi pelaku pasar cukup tinggi maka kenaikan harga minyak cukup tinggi pada perdagangan sebelumnya.

Pada akhir bulan lalu harga minyak mengalami penurunan hingga 7 persen karena di awal bulan sempat terjadi kenaikan yang cukup signifikan karena adanya estimasi bahwa permintaan minyak mentah kembali meningkat. Namun ternyata kenaikan permintaan tersebut belum bisa mengurangi kelebihan pasokan yang ada selama ini.

Minyak olahan atau Bahan Bakar Minyak (BBM) terus membanjiri pasar saat ini sementara terjadi pelemahan permintaan di Asia yang sebelumnya menjadi andalan untuk mendorong kenaikan permintaan. Di luar itu, jumlah sumur pengeboran di AS terus naik yang bisa diartikan jumlah pasokan minyak yang ada terus bertambah.

"Penurunan produksi yang terjadi di AS saat ini bisa menjadi titik balik jika para produsen minyak terus membuka kembali sumur pengeboran mereka." jelas analis Energy Management Institute Dominick Chirichella.

Calam datatan kepala analis komoditas SEB Bank Swedia Bjarne Schieldrop, kembali normalnya pasokan minyak dari Kanada dan Nigeria setelah sebelumnya sempat terganggu karena adanya bencana dan adanya prospek tambahan pasokan dari Libya menjadi mendorong pelemahan harga minyak ke depannya.

 

**Ingin mendapatkan informasi terbaru tentang Ramadan, bisa dibaca di sini.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya