Liputan6.com, New York - Harga minyak naik pada penutupan perdagangan Jumat (Sabtu pagi waktu Jakarta). Data ekonomi China yang membaik diperkirakan bakal mendorong permintaan minyak di negara yang merupakan konsumen minyak terbesar kedua tersebut.
Sayangnya, kenaikan harga minyak tak mampu melaju tinggi karena adanya data pengeboran minyak di Amerika Serikat (AS) yang menunjukkan adanya kenaikan jumlah sumur pengeboran sehingga mendorong bertambahnya pasokan.
Mengutip Wall Street Journal, Sabtu (16/7/2016), harga minyak AS untuk pengiriman Agustus ditutup naik 27 sen atau 0,6 persen ke angka US$ 45,95 per barel di New York Mercantile Exchange. Harga minyak AS naik 1,2 persen sepanjang pekan ini.
Advertisement
Sedangkan harga minyak Brent yang merupakan patokan harga dunia, naik 24 sen atau sekitar 0,5 persen ke angka US$ 47,61 per barel di ICE Futures Europe. Pada pekan ini, harga minyak Brent menguat 1,8 persen.
Baca Juga
Permintaan minyak terus menguat pada tahun karena karena harga yang rendah. Para produsen dan broker minyak terus mengawasi pergerakan ekonomi di negara pendorong pertumbuhan ekonomi global.
China menjadi salah satu negara yang masuk dalam radar. Biro Statistik China melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi negara tersebut mencapai 6,7 persen pada kuartal kedua tahun ini. Angka tersebut berada di atas perkiraan para ekonom yang disurvei oleh Wall Street Journal.
Beberapa analis mengatakan bahwa kebutuhan akan minyak mentah di China akan terus mengalami kenaikan pada bulan-bulan mendatang. Penyebabnya adalah produksi dalam negeri negara tersebut terus mengalami penurunan akibat ladang yang semakin tua dan juga pemotongan anggaran.
"Produksi minyak di China mengalami penurunan yang signifikan jika dibandingkan yang dibutuhkan. Satu-satunya jalan yang ditempuh adalah impor," kata Gao Jian, Abalis SCI Internasional, Shandong.
Kekhawatiran adanya gangguan produksi yang tak terduga di dunia juga menjadi pendorong harga minyak. Exxon Mobil Corp mengumumkan bahwa perusahaan afiliasinya yang beroperasi di Nigeria menghentikan ekspor minyak mentah karena adanya sistem yang anomali. Serangan terhadap fasilitas produksi minyak di Nigeria terus memicu kekhawatiran akan turunnya produksi.
Selain itu, eskpor minyak dari Libya yang juga mengalami penurunan akibat adanya kerusuhan di negara tersebut. "Dalam waktu dekat, produksi minyak dari Libya sepertinya tidak akan terlalu berpengaruh terhadap pasokan dunia. Perlu pemulihan selama beberapa tahun untuk bisa mencapai pasokan yang cukup besar," tulis ClearView Energy Partners LLC dalam risetnya.
Di AS sendiri, Baker Hughes Inc menuliskan bahwa jumlah sumur atau rig pengeboran minyak naik enam minggu ini menjadi 357 sumur. Jumlah tersebut merupakan jumlah yang tertinggi sejak April. Namun jika dibandingkan dengan dua tahun lalu, jumlah sumur pengeboran tersebut masih rendah.
Kenaikan jumlah sumur pengeboran baru-baru ini menunjukkan bahwa produsen bersedia untuk berinvestasi dalam produksi baru dengan harga minyak saat ini.