Liputan6.com, Jakarta - Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan hanya sekitar 5 persen pada semester I 2016. Raihan tersebut dianggap rendah, lantaran terpengaruh ekonomi global yang masih lesu.
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, angka tersebut baru sebatas proyeksi. Dia mengatakan, angka resmi menunggu rilis Badan Pusat Statistik (BPS) yang bakal keluar pada awal Agustus 2016.
"Semester I diperkirakan tentunya masih perlu effort untuk pertumbuhan 5 persen," kata dia di Badan Anggaran DPR RI Jakarta, Rabu malam (20/7/2016).
Dia mengatakan, perekonomian global masih belum pulih sehingga berpengaruh Indonesia. Hal tersebut membuat Bank Dunia dan IMF memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global.
Baca Juga
‎Beberapa faktor di antaranya disebabkan oleh belum membaiknya perekonomian China. Bambang mengatakan, pertumbuhan ekonomi China diperkirakan hanya 6 sampai 7 persen.
"Harapan ekonomi Tiongkok pun ternyata agak sulit terwujud. Tiongkok sendiri mengalami moderasi pertumbuhan ekonomi di mana pertumbuhan ekonomi biasa di atas 10 persen sekarang hanya 6-7 persen," kata dia.
‎Faktor lain ialah adanya ketidakpastian mengenai kebijakan moneter di Amerika Serikat. Ditambah, lanjut Bambang keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) memperpanjang masalah perekonomian global.
"Brexit juga menciptakan tambahan volatilitas di pasar. Secara umum, global belum terlalu menjanjikan," jelas dia.
‎Akan tetapi, Bambang menjelaskan perekonomian di semester 2 diperkirakan membaik atau mencapai 5,3 persen. Beberapa pendorong ekonomi Indonesia di antaranya telah berlangsung puasa dan pembayaran gaji ke 14. Selain itu, geliat ‎investasi juga membaik seiring pemberlakuan Undang-undang Tax Amnesty.
"Semester 2 kami harapkan lebih baik penyerapan belanja lebih besar dalam bentuk infrastruktur, investasi swasta lebih baik. Dengan dukungan DPR sudah ada Undang-undang Tax Amnesty yang bantu inflow dalam sistem keuangan Indonesia. Gubernur Bank Indonesia menyampaikan inflow dana asing hingga 15 Juli Rp 110 triliun. Padahal, tahun lalu, atau setahun Rp 55 triliun," ujar dia. (Amd/Ahm)
Advertisement