Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai diminta tidak khawatir sehingga mengeluarkan kebijakan yang kontraproduktif, saat mengetahui penerimaan cukai pada semester pertama tahun ini anjlok 27,26 persen.
Penerimaan cukai pada pertengahan tahun ini tercatat susut menjadi Rp 43,72 triliun jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 58,30 triliun.
"Sebenarnya tidak perlu panik. Sebab berdasarkan asumsi perhitungan industri, walaupun ada APBNP, target itu akan tercapai," ujar Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) H Ismanu Soemiran, di Jakarta, Kamis (21/7/2016).
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kembali memberi sinyal akan kembali menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT), menyusul kenaikan target penerimaan cukai hasil tembakau dalam APBNP 2016 menjadi sebesar Rp 141,7 triliun.
Advertisement
Baca Juga
Ismanu menegaskan, para pelaku usaha tetap berkomitmen mendukung pemerintah dalam membiayai program negara meski kondisi industri juga semakin berat.
"Tidak perlu mengadakan kebijakan yang ekstrim, seperti dengan bahasa percepatan dan sebagainya, karena industri tembakau sudah menghitung, target cukai akan tercapai sesuai APBNP. Yang harus dijaga itu volume jangan sampai turun," dia mengingatkan.
Menurut Ismanu, penerimaan pemerintah dari CHT turun karena pemerintah menerapkan pembayaran cukai di tahun berjalan sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20 Tahun 2015. Dampak dari aturan ini, setoran cukai pada Januari kosong.
Dia mengakui, kondisi industri secara umum saat ini sebenarnya masih lemah. Namun, kini struktur industri sudah berubah dari Sigaret Kretek Tangan ke Sigaret Kretek Mesin. Pergeseran ini juga pada akhirnya ikut mengerek penerimaan negara karena cukai SKM lebih tinggi ketimbang SKT.
"Ada pergeseran dari SKT ke SKM di pasar. Kan tarif cukainya lebih tinggi sehingga otomatis nanti ada tambahan," dia membeberkan.
Menurut hitungan industri, siklus pasar bagus itu akan terjadi pada kuartal keempat. Tren tersebut sudah mulai terasa sehingga Ditjen Bea Cukai tidak perlu khawatir. "Siklus pasar bagus itu kuartal keempat akan peak di sana, sekarang ini proses ke sana," dia membeberkan.
Kalaupun turun mengacu asumsi hitungan industri, penerimaan cukai hanya berkurang sekitar 0,5-0,1 persen.
Ismanu mengingatkan, andaikata terjadi kekhawatiran target penerimaan tidak tercapai, solusi bagi pemerintah adalah dengan tidak menambah beban terhadap industri, tetapi harus sepakat menyehatkan industri. Membuat pagar pengaman agar industrinya aman. Agar volume tercapai.
"Cukai akan tercapai meskipun kondisi industrinya lagi lemah, jangan menakut-nakuti bahwa cukai tidak tercapai," tutur dia.
Ismanu mencontohkan Malaysia. Saat produksi menurun kemudian terdapat sentimen kenaikan cukai hingga 33 persen, menyebabkan industri benar-benar rontok.
"Kalau dipercepat akan terjadi kerusakan di tahun-tahun berikutnya. Kami berharap Kementerian Keuangan bersama Dirjen Bea Cukai untuk serius memelihara keberadaan IHT karena besaran kontribusi ke APBN. Sehingga terjadi hubungan yang simbiosis mutualis, agar IHT tetap lestari," katanya.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mewanti-wanti pemerintah untuk tidak terus menerus mengejar cukai dari tembakau. Tetapi lebih baik kreatif melakukan ekstensifikasi. Bila fokus pada penambahan di industri hasil tembakau, sangat sulit. Industri tembakau terlalu dipaksa mengejar target dari pemerintah.
Pemerintah juga harus mengharmonikan regulasi industri jika ingin target-target penerimaan bisa tercapai. (Nrm/Ahm)