Liputan6.com, Jakarta - Momen Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran mengerek harga pangan maupun tarif transportasi secara signifikan sehingga mendorong kenaikan inflasi Juli 2016. Ekonom memperkirakan inflasi Juli mencapai 0,9 persen atau lebih tinggi dibanding realisasi bulan sebelumnya sebesar 0,66 persen.
"Kita proyeksikan inflasi Juli ini sebesar 0,9 persen (MoM) dan 3,5 persen (YoY)," kata Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Senin (1/8/2016).
Menurut David, penyebab utama tingginya inflasi bulan ketujuh ini karena andil inflasi makanan dan transportasi yang membumbung tinggi akibat pengaruh musim Lebaran.
Advertisement
Baca Juga
"Ini berbarengan juga dengan naiknya inflasi pendidikan karena memasuki tahun ajaran baru. Kelihatannya hanya bisa terkontrol di bulan puasa (Juni), sedangkan di Juli polanya sama dengan tahun lalu," jelas David.
Dihubungi terpisah, Ekonom Bank Permata Josua Pardede meramalkan angka inflasi Juli di kisaran 0,87 persen. Sedangkan inflasi tahunan akan berada dilevel 3,39 persen. "Pendorong inflasi Juli karena kenaikan harga komoditas pangan seiring perayaan Idul Fitri," ucapnya.
Dirinya menyebut, harga jual daging ayam di bulan ketujuh mengalami kenaikan 3,2 persen (MoM), cabai merah 4,3 persen, dan bawang merah naik tinggi 13,3 persen. Sementara harga beras cenderung turun sekiar 0,3 persen.
Diakui Josua, tingginya inflasi Juli ini dikatrol oleh kenaikan tarif transportasi karena libur panjang Lebaran. Termasuk sumbangan lain dari kenaikan tarif dasar listrik di Juni sebesar 0,8 persen sehingga turut mendongkrak inflasi.
Lebih jauh sambungnya, kondisi daya beli masyarakat pun cenderung meningkat di Juli karena ada pembayaran gaji ke-13 dan Tunjangan Hari Raya (THR).
"Sebab terjadi peningkatan penjualan ritel meningkat dan indeks kepercayaan konsumen dalam 2 bulan terakhir yang ditandai dengan ekspektasi inflasi inti yang naik jadi 3,57 persen YoY dari bulan sebelumnya 3,49 persen," terang Josua.