Kondisi Global Masih Bayangi Rencana The Fed Naikkan Suku Bunga

Presiden Federal Reserve Bank of New York William Dudley menilai, kebijakan moneter merupakan jalan dua arah.

oleh Agustina Melani diperbarui 01 Agu 2016, 15:25 WIB
Diterbitkan 01 Agu 2016, 15:25 WIB
Ilustrasi The Fed
Ilustrasi The Fed

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Federal Reserve Bank of New York William Dudley menilai, kebijakan moneter merupakan jalan dua arah. Karena itu, perkembangan ekonomi global menjadi pertimbangan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve untuk kebijakan moneter terutama soal suku bunga.

Dudley menuturkan, ekonomi AS memainkan peran besar untuk ekonomi global. Hal ini terlihat dari pangsa ekonomi AS yang cukup besar di dunia. Ditambah dolar AS menjadi cadangan mata uang paling dominan.

"Lebih dari 60 persen dari aset cadangan bank sentral dalam mata uang dolar," ujar dia, saat acara Bank Indonesia-Federal Reserve Bank of New York Joint Internationall Seminar, Managing Stability and Growth Under Economic and Monetary Divergence, di Nusa Dua, Bali, Senin (1/8/2016).

Ia menambahkan, sebagian besar perdagangan dari luar negeri menggunakan mata uang dolar AS. Sebagian besar utang mata uang asing yang dikeluarkan oleh perusahaan global pun dalam mata uang dolar AS.

"Jadi apa yang terjadi pada ekonomi AS, nilai tukar dolar AS, dan harga aset keuangan AS menjadi implikasi penting bagi ekonomi global," kata dia.

Lebih lanjut ia mengatakan, kebijakan moneter juga menjadi kebijakan dua arah. Perkembangan di luar Amerika Serikat (AS) mempengaruhi prospek ekonomi domestik yang berdampak ke perdagangan dan pasar keuangan.

"Kami harus mempertimbangkan perkembangan itu dalam kebijakan moneter pengambilan keputusan kami," kata dia.

Dudley juga melihat kalau pasar keuangan di dunia menjadi lebih terintegrasi. Secara historis, ia melihat perkembangan di salah satu pasar juga memiliki efek besar di pasar lainnya. Ia mencontohkan bagaimana aktivitas pelonggaran kuantitatif bank sentral yang dilakukan bank sentral Eropa dan Jepang telah mendorong penurunan imbal hasil treasury AS.

Selain itu, bank sentral AS juga melihat reaksi pasar keuangan internasional untuk keputusan China mengubah rezim devisa. "Bagaimana renminbi dikelola terhadap dolar Amerika Serikat," kata dia.

Terpisah, Ekonom PT Bank Permata Tbk, Joshua Pardede memprediksi, the Fed kemungkinan tetap mempertahankan suku bunga, dan belum menaikkan hingga akhir tahun. Hal itu melihat dari pernyataan the Fed, yang bukan hanya pertimbangkan domestik tetapi juga global.

"Ketidakpastian Jepang, dan China melambat, pemilihan presiden menjadi bahan pertimbangan. Divergensi firm the Fed masih tunda akhir tahun," kata Joshua.

Ia menuturkan, kalau faktor global juga cukup besar untuk pertimbangan menaikkan suku bunga. The Fed, menurut Joshua juga mempertimbangkan Brexit atau Britain Exit (Inggris keluar dari Uni Eropa). Lantaran pihaknya juga tak ingin dolar AS terlalu menguat. "Bila dolar AS menguat maka pengaruh ke ekspor. Ini environment listening, (the fed) stay on hold," ujar Joshua.

Joshua memperkirakan, bila the Fed mempertahankan suku bunganya maka positif ke rupiah. Aliran dana investor asing juga masuk ke Indonesia, dan ditambah program pelaksanaan pengampunan pajak atau tax amnesty yang berdampak ke penguatan rupiah. Joshua menilai, Indonesia masih positif di mata investor asing. "Prediksi asing jauh lebih optimis," kata dia.

Meski demikian, ia mengharapkan investasi di sektor riil. Dengan investasi di sektor riil maka Indonesia akan lebih kuat lagi.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya