Liputan6.com, Bandung - Gabungan buruh di Jawa Barat (Jabar) menuntut kenaikan upah minimum kota (UMK) di ibu kota provinsi tersebut pada 2017 senilai Rp 650 ribu dari upah yang diberlakukan saat ini.
Alasan tuntutan kenaikan upah itu disebabkan, penetapan upah saat ini dianggap tidak melibatkan anggota dewan pengupahan.
Sekretaris Umum Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Daerah Jawa Barat, Sabilar Rosyad menuturkan, penetapan upah itu berlandaskan Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan yang dituding berseberangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
"Salah satu parameter UMK itu adalah untuk survei KHL (kehidupan layak) yang dihilangkan dalam PP 78 tahun 2015. Itu menghilangkan azas demokrasi sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003. Artinya kenaikan upah tiap tahun itu dipastikan tidak lebih hanya 10 persen," ujar Sabilar di Bandung, Senin (17/10/2016).
Baca Juga
Sabilar Rosyad mengatakan, sudah seharusnya seluruh buruh menolak Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 hasil dari rezim Jokowi-Jusuf Kalla yang dianggap merestui pemberlakuan upah murah.
Dia menambahkan, survei KHL harus diberlakukan kembali sesuai dengan UU 13 tahun 2003 usai pemerintah membekukan Undang Undang Nomor 78 tahun 2015 agar upah buruh sesuai dengan kebutuhan.
"Dari survei KHL itu akan tahu tingkat kebutuhan per orang dalam satu bulan. Kedua kita lihat dari inflasi, LPE, perkembangan kemampuan tingkat perusahaan dan perbedaan upah," kata dia.
Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia Jawa Barat menyatakan apabila tuntutan kenaikan UMK dan tidak diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 17 tidak direspons oleh pemerintah, maka buruh mengancam akan melakukan aksi mogok nasional pada Oktober ini. (Arie Nugraha/Ahm)
Advertisement