Pengusaha: Siap-Siap Bangkrut Kalau Gaji Buruh Rp 3,8 Juta

Apindo tolak tuntutan buruh atas kenaikan upah minimum provinsi menjadi Rp 3,8 juta per bulan.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 11 Okt 2016, 18:00 WIB
Diterbitkan 11 Okt 2016, 18:00 WIB
Apindo tolak tuntutan buruh atas kenaikan upah minimum provinsi menjadi Rp 3,8 juta per bulan.
Apindo tolak tuntutan buruh atas kenaikan upah minimum provinsi menjadi Rp 3,8 juta per bulan.

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menolak tuntutan buruh atas kenaikan upah minimum provinsi (UMP) menjadi Rp 3,8 juta per bulan di 2017. Apabila tuntutan tersebut dipenuhi, efek berantai yang akan ditimbulkan sangat besar, sehingga memicu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).

Wakil Ketua Umum APINDO Suryadi Sasmita mengungkapkan, pengupahan buruh seharusnya mempertimbangkan produktivitas. Lantaran penetapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 masih dirasa berat dengan perhitungan pertumbuhan ekonomi ditambah inflasi.

"Tidak bisa kenaikan berdasarkan kemauan buruh, tapi harusnya berdasar produktivitas pekerja dan tergantung pasar. Kalau kondisi lagi bagus, idealnya sesuai inflasi saja. Tapi jika sedang baik, ditambah alfa PDB boleh," ujar dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa (11/10/2016).

Suryadi menuturkan, pengusaha harus memikirkan daya saing produknya di pasar domestik maupun luar negeri. Peningkatan upah pada dasarnya diiringi dengan kenaikan harga barang. Tapi jika harga barang naik, maka risikonya barang tidak kompetitif di pasar.

"Kalau harga barang naik, barang jadi tidak kompetitif, tidak ada yang beli. Akhirnya perusahaan bangkrut dan kita mati sama-sama (pengusaha dan buruh). Jadi kita harus pikirkan dampaknya," tutur Suryadi.

Ia mengatakan, jika tidak senang dengan skema pengupahan yang telah ditetapkan, pekerja atau buruh bisa memilih untuk membuka usaha sendiri atau berwirausaha.

"Jangan paksa perusahaan menggaji besar kalau produktivitas masih rendah. Lebih baik usaha sendiri, berikan saja pekerjaan kepada orang yang mau bekerja karena di Indonesia masih banyak pengangguran," kata Suryadi.  (Fik/Ahm)

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya