Liputan6.com, Jakarta - Ganti rugi korban lumpur Lapindo dari dana talangan pemerintah segera tuntas khususnya untuk rumah tangga, muncul permasalahan baru. Kini, para pengusaha menggugat PT Minarak Lapindo Brantas untuk mengganti rugi sebesar Rp 701,68 miliar sehingga dikhawatirkan ini menjadi beban pemerintah.
Hal ini disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati saat Raker Penyertaan Modal Negara dengan Komisi XI DPR di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (18/10/2016).
"Pengusaha yang di daerah terdampak lumpur Lapindo belum mendapat ganti rugi. Nilainya Rp 701,68 miliar yang berasal dari 30 berkas dari unsur pengusaha yang mengklaim rugi akibat lumpur Lapindo," jelas dia.
Nilai kerugian tersebut, Sri Mulyani menuturkan yang menjadi usulan Komisi XI DPR untuk ditalangi juga oleh pemerintah. Sementara ia menegaskan, proses ganti rugi antara Minarak Lapindo Brantas dengan pengusaha menggunakan skema business to business (B to B).
Baca Juga
"Dalam Sidang Kabinet, Presiden tegas menyebut ini adalah proses B to B, murni tanggung jawab perusahaan," ujar Sri Mulyani.
Dari pihak Minarak Lapindo, Ia menuturkan, menolak kehadiran pemerintah ikut turun tangan memberikan dana talangan Rp 701,68 miliar. Itu merupakan hasil keputusan rapat antara pemerintah dengan manajemen perusahaan pada 30 September lalu.
"Perusahaan menolak bila pemerintah masuk, jadi mereka sendiri minta pemerintah jangan masuk, biar kami (perusahaan) yang bertanggungjawab. Itu sudah ada perjanjiannya," ujar Sri Mulyani.
Oleh sebab itu, pemerintah hanya menganggarkan kekurangan dana talangan lumpur Lapindo sebesar Rp 54,3 miliar di APBN-P 2016. Sementara untuk tahun depan, pemerintah tidak mengalokasikan anggaran untuk membayar dana talangan, termasuk untuk pengusaha.
"Tapi yang dipastikan kita tidak mencantumkan anggaran dana talangan Lapindo di 2017," kata Sri Mulyani.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR Muhammad Hatta tetap keukeh mengusulkan ganti rugi Rp 701,68 miliar untuk pengusaha yang terkena dampak lumpur Lapindo ditalangi pemerintah. Alasannya karena pihak Minarak Lapindo tidak akan pernah membayar sepeserpun kepada korban lumpur meskipun sudah ada perjanjian B to B.
"Sampai mati pun Lapindo tidak akan bayar, makanya negara harus hadir itu maksudnya Mahkamah Konstitusi. Kita minta supaya negara hadir walaupun dibilang B to B. Minta dibantu negara nanti dikembalikan," kata Hatta. (Fik/Ahm)
Advertisement