Liputan6.com, Jakarta - Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 19 Tahun 2016 tentang Pembelian Listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) oleh PLN segera diterbitkan.
Pengamat energi dari Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa memandang pemanfaatan pembangkit dengan energi terbarukan harus didukung semua pihak.
Dia menilai tak ada alasan untuk mengeluhkan tingkat keandalan sistem kelistrikan PLTS yang tidak stabil. Ini karena kelemahan tersebut bisa diatasi dengan teknologi, komponen kompensasi biaya instalasi, dan operasi yang disebut Feed in Tariff (FIT).
Advertisement
FIT dalam Permen 19 /2016, lanjut Fabby, dipastikannya sudah memasukkan komponen biaya keandalan dan biaya lainnya yang selama ini dikeluhkan PLN.
Baca Juga
"Toh juga nantinya komponen biaya kemahalan tadi akan ditanggung konsumen, dan pemerintah sudah pasti akan memberikan berbagai insentif. Karena itulah alasan Permen ini keluar," ujar Fabby, Senin (24/10/2016).
Sebelumnya pada Rabu 19 Oktober 2016, Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Direktur Utama PLN Sofyan Basir bertemu untuk persiapan launching Permen 19/2016.
Menurut Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Rida Mulyana mengatakan PLN tidak keberatan dengan aturan tersebut. Namun, PLN menyampaikan pengoperasian PLTS akan berdampak pada keandalan sistem kelistrikan.
Fabby menuturkan, bila PLN dan pemerintah serius menjalankan komitmen ini, maka target sesuai roadmap atau peta jalan Komite Energi Nasional (KEN) dengan energi terbarukan mencapai 23 persen dari bauran energi nasional pada 2025 tentu bisa tercapai.
Saat ini, baru lima persen target bauran energi yang tercapai. Di sisi lain pemerintah juga menargetkan 5.000 MW dari energi terbarukan bisa tercapai pada 2019.
Yang menarik, Fabby menuturkan, investasi pengembangan PLTS bila dijalankan dengan baik, maka dalam 3-5 tahun setelah pembangkit beroperasi maka biaya produksi tarif listrik akan turun hingga mencapai lebih kecil dari US$0,1 per Kwh.
"Biaya ini tentu sangat murah dibandingkan PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel-red) yang mencapai 0,4 per Kwh," ujar Fabby. (Yas/Ahm)