Ujian Baru Pemerintah Jalankan Program Tax Amnesty

Program Pengampunan Pajak atau tax amnesty menemui persoalan baru.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 08 Nov 2016, 22:49 WIB
Diterbitkan 08 Nov 2016, 22:49 WIB
20161101-Tax-Amnesti-ITC-Glodok-AY4
Petugas menunjukan sosialiasi program tax amnesty di ITC Mangga Dua, Jakarta, Selasa (1/11). Dalam sosialisasi itu, Dirjen Pajak mengajak para pedagang dan pelaku UMKM untuk ikut serta program tax amnesty. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Program Pengampunan Pajak atau tax amnesty menemui persoalan baru. Persoalan tersebut berkaitan dengan repatriasi harta dalam bentuk mata uang asing atau dolar.

Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (Bank BCA) Jahja Setiaatmadja menerangkan, dalam tax amnesty nilai tukar rupiah yang dipatok ialah Rp 13.640 per dolar Amerika Serikat (AS). Namun, kondisi saat ini nilai tukar cenderung menguat ke Rp 13.000 per dolar AS.

Jahja melanjutkan, kondisi ini menjadi kendala masyarakat yang ingin menarik uangnya atau repatriasi ke Indonesia. Pasalnya, terdapat selisih antara nilai tukar yang telah dipatok dalam ketentuan tax amnesty dengan kondisi saat ini.

"Jadi kalau ikut Undang-undang tax amnesty, kurs dolar sudah ditentukan Rp 13.640. Nah jadi pada saat ini kurs dolar berkisar Rp 13.000-an. Jadi ada selisih yang cukup material, nah ini menjadi pertanyaan mereka yang ikut tax amnesty. Karena kalau membawa dolar to dolar asumsinya nggak akan terkena pinalti toh dolarnya sama," kata dia dalam acara Dialog Perpajakan Bersama Menteri Keuangan di Pacific Place Jakarta, Selasa malam (8/11/2016).

Dia mengatakan, masalah tersebut menjadi hal yang dilematis. Pasalnya, masyarakat yang ingin repatriasi berarti menanggung beban dari selisih itu.

"Tetapi dolar mau dirupiahkan, nah ini terjadi suatu dilematis bahwa dalam perhitungan Rp 13.640 di rekening khusus, yang dipertanggungjawabkan penggunaannya dan dikunci 3 tahun tidak boleh keluar. Tetapi kurs yang diperoleh perbankan adalah kurs pasar. Jadi ada selisih harus tanda petik nombok," jelas dia.

Jahja menambahkan, masalah lain ialah pasokan rupiah di dalam negeri yang terbatas. "Kedua sebenarnya kebutuhan lokal kita adalah dana rupiah yang lebih dibutuhkan," imbuh dia.

Menanggapi hal itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menuturkan masalah ini baru diketahui pemerintah pada pekan ini.

"Dalam rapat minggu ini dapat feedback bahwa peserta tax amnesty terutama yang repatriasi, dengan kurs yang dipatok di Rp 13.600 per dolar dan sekarang menguat berarti harus melakukan top up atau yang disebutkan kekurangan," ungkap dia.

Dia mengatakan, pemerintah akan mencari solusi atas masalah tersebut. Dia menegaskan, pemerintah tak ingin wajib pajak dirugikan atas ketentuan itu.

"Nah ini terus terang baru dengar seminggu ini. Nanti saya lihat apa yang jadikan solusinya tujuannya tentu tidak ingin membuat WP itu dirugikan. Memang dalam mengelola keuangan negara saya tak bisa mengikuti kurs harian," tandas dia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya