Liputan6.com, New York - Siapa yang tak suka berbelanja. Kegiatan membeli, terutama barang yang disukai kerap dilakukan banyak orang. Tapi tahukah Anda, lokasi pusat perbelanjaan paling mahal di dunia?.
Salah satu perusahaan real estate global Cushman & Wakefield menyebut, pusat perbelanjaan ritel termahal di dunia, terdapat di New York Upper 5th Avenue.
Deretan toko seperti Cartier, Abercrombie & Fitch dan Apple menghiasi jalan 5 avenue yang berlokasi antara 49 sampai 60 Street.
Advertisement
Baca Juga
Label tersebut mengacu pada tingginya biaya sewa di lokasi tersebut. Biaya sewa toko di New York Upper 5th Avenue mencapai US$ 3.000 atau sekitar Rp 39 juta per kaki persegi per tahun, menurut Cushman & Wakefield dalam laporannya bertajuk "Streets Main Across The World" seperti mengutip laman CNBC, Jumat (18/11/2016).
"Pengusaha ritel harus menghadapi kemajuan teknologi, dengan semakin banyaknya merek yang memilih untuk menawarkan penjualan melalui online selain secara fisik," ujar Kepala Ritel EMEA Cushman & Wakefield Justin Taylor.
Laporan tahunan tersebut menganalisis 462 jalan-jalan yang menjadi pusat perbelanjaan top di dunia. Kemudian memberikan peringkat satu lokasi yang paling mahal di masing-masing negara dengan mengacu pada nilai sewa.
"Permintaan yang kuat tapi untuk ruang yang tepat dan di lokasi yang tepat," dia menambahkan.
Setelah New York, Hong Kong menjadi lokasi belanja paling mahal kedua di dunia. Kota ini tetap jadi yang termahal kedua meskipun terjadi penurunan harga sewa dalam 12 bulan terakhir.
Pemilik ritel di Causeway Bay, harus merogoh biaya sewa hingga US$ 2.878 atau sekitar Rp 37,34 juta per kaki persegi setiap tahunnya.
Sementara posisi ketiga sebagai pusat perbelanjaan termahal di dunia, ditempati Paris 'Avenue des Champs Elysees. Biaya sewa ruang ritel di lokasi ini tercatat mencapai US$ 1.368 atau sekitar Rp 17,78 juta per kaki persegi per tahun.
Adalah New Bond Street di London yang memiliki harga sewa US$ 1.321 atau Rp 17,17 juta per kaki persegi masuk di posisi keempat.
Berdasarkan temuan Cushman & Wakefield, devaluasi sterling usai berlangsungnya Brexit telah mendorong kenaikan penjualan dari wisatawan asing di pusat kota London.
"Bisnis ritel saat ini sangat kompetitif. Pengusaha terlihat lebih hati-hati ketika mereka memutuskan untuk membuka satu toko dan memilih lokasi real estate-nya. Sementara pada saat yang sama mereka harus beradaptasi dengan tuntutan konsumen belanja," menurut penjelasan laporan itu.