Genjot Pasar Ekspor, Produk Kayu Didorong Kantongi Sertifikasi

Pasar ekspor mengharapkan produk kayu yang bersertifikasi.

oleh Zulfi Suhendra diperbarui 02 Feb 2017, 15:41 WIB
Diterbitkan 02 Feb 2017, 15:41 WIB

Liputan6.com, Jakarta Asosisasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) mendorong pelaku industri berbasis hutan di Indonesia memperoleh seluruh sertifikasi yang ada untuk produk-produknya. Pasalnya, pasar ekspor mengharapkan produk kayu yang bersertifikasi.

“Indonesia memang sudah punya Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) dari pemerintah. Namun, kita juga harus melihat preferensi pasar yang menginginkan adanya sertifikasi dari FSC (Forest Stewardship Council) atau PEFC (Programme for the Endorsement of Forest Certification),” kata Ketua APHI Purwardi, Kamis (2/2/2017)..

Sertifikasi, menurut Purwadi, tidak bisa dianggap remeh karena pasar mancanegara hanya berminat pada produk kayu yang bersertifikat. Untuk bisa bersaing di pasar global, mau tak mau perusahaan Indonesia harus bisa memenuhi semua sertifikasi yang ada.

“Ini juga untuk memperluas pasar, terutama di Amerika dan Eropa,” ujar dia.

Direktur Jenderal Pengelolaan Produk Hutan Lesari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Ida Bagus Putera, mengatakan, bahwa saat ini SVLK juga sudah mendapatkan pengakuan dari dunia internasional. Sejak tahun lalu, 28 negara yang tergabung dalam Uni Eropa telah mengakui SVLK. Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang mengantongi lisensi Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT) dari Uni Eropa.

SVLK yang digagas pemerintah memang dijalankan melalui sistem kerjasama government to government. Adapun FSC menggunakan sistem kerjasama business to business, dengan mengandalkan kesadaran masyarakat sipil. “Dengan demikian, perusahaan-perusahaan yang sudah mengantongi SVLK seharusnya tidak sulit mendapatkan sertifikasi seperti FSC atau sertifikasi lainnya,” kata Ida Bagus.

Senada dengan APHI, pemerintah juga ingin perusahaan-perusahaan kayu dan produk kayu mengedepankan hal ini. “Kami ingin mendorong perusahaan-perusahaan Indonesia untuk bisa melengkapi semua sertifikasi dengan tingkat penerimaan serta komitmen yang tinggi,” ujar Ida Bagus.

Ketua Program Yayasan Dr. Sjahrir Damianus Taufan mengatakan bahwa sebaran konsumen yang menghendaki produk tersertifikasi FSC sekitar 52 persen berada di Eropa dan 26 persen di Asia Pasifik . Dengan melengkapi sertifikasi dari FSC, produk-produk Indonesia tentu akan lebih mudah masuk ke pasar-pasar tersebut.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya