Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan kuliah umum di Harvard Kennedy School, Harvard University. Sri Mulyani bercerita mengenai banyak isu ekonomi global yang hangat, termasuk soal ketimpangan orang kaya dan miskin.
Dari laman Faceboook pribadinya, diketahui Sri Mulyani memberikan kuliah umum di sekolah yang ada di Cambridge, Amerika Serikat, itu pada 7 Maret. 2017. Topik yang diambil Sri Mulyani adalah The New World Order: Indonesia's Response and Call for a Coordinated Global Response.
"Kuliah umum ini masuk dalam program acara Albert H. Gordon Lecture yang pembahasannya fokus pada bidang keuangan dan kebijakan publik," tulis Sri Mulyani seperti dikutip Liputan6.com, Kamis (9/3/2017).
Advertisement
Baca Juga
Sri Mulyani bercerita, pendapatan per kapita rata-rata dunia naik secara drastis 460 persen sejak 1950 hingga 2015. Populasi orang kelaparan ekstrem turun dari 72 persen di 1950 menjadi 10 persen di 2015.
Namun persoalannya, ucap Sri, ketimpangan antara yang kaya dan yang miskin melebar, dan akses ke lapangan kerja dan jaring pengaman tidak seimbang.
"Meski faktanya kemajuan teknologi dan globalisasi menyebabkan kemakmuran yang belum pernah terjadi sebelumnya," katanya.
Menurut Sri Mulyani, ada ketidakpuasan karena pemerintah dianggap gagal mengalihkan keuntungan global untuk mereka yang terdampak negatif. Dia juga mengatakan, persoalan lain adalah kelas menengah lebih banyak membayar pajak dibanding orang kaya, hingga layanan publik yang menurun atau bahkan tidak dirasakan oleh orang miskin.
Dia mengakui Indonesia juga tidak kebal terhadap masalah-masalah tersebut. Memang tingkat kelaparan turun 50 persen sejak tahun 2000, tetapi ketimpangan juga tumbuh cepat, baik dalam hal pendapatan maupun peluang kerja. Ketimpangan ini juga bisa dilihat sehari-hari di Jakarta.
Sri Mulyani mencontohkan, bayi yang lahir di Jakarta dibanding dengan yang lahir di Maluku atau Papua akan mendapatkan akses sanitasi yang jauh lebih baik. "Anak di Jakarta kemungkinan mendapatkan sanitasi yang buruk hanya 6 persen, sementara di daerah pedalaman bisa mencapai 98 persen," katanya.
Perbedaan ini juga terjadi di indikator lain seperti tempat tinggal, layanan kesehatan, dan pendidikan.
"Presiden saya, Joko Widodo, bakal membalikkan tren ini. Kita ingin mencapai Indonesia yang adil dan makmur, dengan komitmen kuat untuk menjaga perbedaan, perdamaian, stabiitas dan inklusivitas," tutur Sri Mulyani di depan mahasiswa Harvard.
Mengenai bagaimana respons Indonesia terhadap tantangan ekonomi global yang saat ini sedang terjadi, Sri Mulyani mengatakan sebagai Menteri Keuangan dia tahu bahwa anggaran tidak cukup berkontribusi untuk mengurangi kelaparan dan ketimpangan di semua wilayah.
Oleh karena itu, ucap dia, pemerintahan Jokowi-JK melakukan sejumlah terobosan, termasuk berinvestasi lebih banyak di infrastruktur, kesehatan, dan layanan sosial.
"Kita berencana untuk merealokasi belanja pendidikan ke pelatihan tersier, teknis, dan kejuruan. Kita bisa menyekolahkan anak. Sekarang kita harus memastikan bahwa mereka bisa bersaing di tingkat global," ujar Sri Mulyani.