Ingin Ekspansi ke RI, Perusahaan Ini Minta Kepastian Tarif Energi

Lenzing AG melalui anak usahanya yaitu PT South Pacific Viscose (SPV) tengah menjajaki peluang ekspansi pabrik di Indonesia.

oleh Septian Deny diperbarui 10 Mar 2017, 19:54 WIB
Diterbitkan 10 Mar 2017, 19:54 WIB
 PT South Pacific Viscose (SPV) meminta kepastian tarif energi yang dipatok di Indonesia.
PT South Pacific Viscose (SPV) meminta kepastian tarif energi yang dipatok di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Perusahaan asal Austria, Lenzing AG melalui anak usahanya yaitu PT South Pacific Viscose (SPV) tengah menjajaki peluang ekspansi pabrik di Indonesia. Perusahaan tersebut akan memproduksi tencel, salah satu jenis serat rayon dengan kualitas di atas viscose yang juga digunakan sebagai bahan baku benang pintal dan non-woven yang jumlahnya di dunia masih sangat terbatas.

Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, namun sebelum berkomitmen untuk meningkatkan investasinta di Indonesia, perusahaan tersebut meminta kepastian dari pemerintah terkait beberapa hal, seperti insentif yang akan didapatkan dan ketersediaan bahan baku di dalam negeri.

"Mereka tanyakan beberapa hal, yang menjadi catatan ya termasuk insentif dan juga terkait ‎kontinuitas bahab baku ke depan," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (10/3/2017).

Selain itu, SPV juga meminta kepastian tarif energi yang dipatok di Indonesia. Sebab dibandingkan Thailand, ‎tarif energi di Indonesia tergolong masih tinggi.

"Selain Indonesia, mereka juga melirik Thailand karena di sana menawarkan beberapa insentif. Kalau energi dibanding Thailand, kita lebih tinggi,” kata dia.

PT SPV berdiri di Indonesia sejak 1978 ini telah memiliki pabrik serat rayon viscosa di Purwakarta, Jawa Barat. Perusahaan milik Austria ini telah menanamkan modalnya di Tanah Air sekitar US$ 475,58 juta dengan memproduksi sebanyak 325 ribu ton per tahun untuk serat stapel. SPV beroperasi sebagai produsen serat stapel viscosa dan sodium sulfat sejak 1982 dengan menyerap tenaga kerja mencapai 1.746 orang.

‎"Mereka lagi mempertimbangkan untuk ekspansi di Indonesia, mungkin akan tambah kapasitas 300 ribu ton per tahun dengan special additional fibers, staple fibers. Di sini belum ada yang produksi. Mereka akan bawa teknologi baru,” jelas dia.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Industri Kimia Tekstil dan Aneka (IKTA) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Achmad Sigit Dwiwahjono menyatakan‎ SPV telah memiliki pabrik serat rayon di Indonesia dengan kapasitas produksi sebesar 300 ribu ton. Jika jadi melakukan ekspansi, maka total produksinya bertambah menjadi 600 ribu ton.

‎"Ada kemungkinan untuk berinvestasi, di bidang steple fibers. Mereka ekspansi. Kapasitas sekarang 300 ribu ton, mau bikin pabrik baru. Jadi kurang lebih 600 ribu ton," ujar dia di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jakarta, Rabu (8/3/2017).

Sigit mengungkapkan, serat dengan teknologi tinggi ini biasanya digunakan sebagai bahan baku industri tekstil. Saat ini, Indonesia belum mampu memproduksi serat dengan jenis ini.

‎"Kita belum bisa produksi itu, ini teknologi baru jadi pasti sangat bagus. Selama ini kita impor. Itu untuk tekstil, garmen, kaos, tisu. (Yang selama ini diproduksi)‎ Viscose fiber, tapi bukan yang kualitas ini. Masih yang biasa. Kalau yang ini high grade," kata dia.

Jika nantinya‎ SPV jadi melakukan ekspansi pabriknya, maka produk fiber yang dihasilkan akan ditujukan untuk pasar ekspor. Hal ini mengingat kebutuhan akan produk ini di luar negeri sangat tinggi, sedangkan permintaan di Indonesia masih sangat kecil.

"Kemungkinan 90 persen untuk ekspor karena demand di sini belum besar. Tapi ada demandnya. Tapi pasti kalau mereka tahu ada industrinya di sini pasti lari ke sini. Kalau ekspor ke Amerika Serikat, Eropa, Jepang. Itu kan pasar-pasar tradisional tekstil kita," jelas dia.

Namun demikian selain di Indonesia, saat ini SPV juga tengah menjajaki peluang investasi di Thailand. Jika mendapatkan tawaran yang lebih menarik, bisa saja SPV memilih Thailand sebagai lokasi investasi dari ekspansi pabriknya ini.

‎"Tapi belum diputuskan. Masih ada dua pilihan negara, kalau tidak Indonesia, ya Thailand. (Keputusan) Tahun ini, 3 bulan lagi diputuskan. Semoga masuk ke Indonesia. Kalau masuk, ini memperkuat struktur industri tekstil kita. Yang tadinya biasa-biasa saja, nanti kita bisa produksi kain-kain yang high grade," ungkap Sigit.

Untuk SPV mau berinvestasi di Indonesia, lanjut Sigit, pihaknya telah menawarkan beberapa macam insentif, salah satunya tax holiday. Dengan nilai investasi sebesar US$ 300 juta, maka SPV dinilai berhak mendapatkan insentif pajak tersebut.

"Kalau melihat investasi mereka US$ 300 juta, kan tentu mereka berhak untuk dapat tax holiday. Karena aturannya kan kalau Rp 100 miliar sudah dapat, kalau di tekstil. Dan kalau karyawannya lebih dari 100 orang juga dapat tax holiday‎," tandas dia. (Dny/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya