Liputan6.com, Jakarta - Panitia Seleksi (Pansel) Pemilihan Calon Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) periode 2017-2022 sangat serius menyeleksi para kandidat hingga terpilih 21 nama.
Tugas tersebut dilakukan demi memilih pimpinan OJK yang tepat sebagai institusi penting dalam menjaga stabilitas sektor jasa keuangan di Indonesia.
Salah satu Anggota Pansel Calon DK OJK, Agus Martowardojo mengungkapkan, OJK diharapkan dapat menjadi institusi kredibel dalam menjalankan amanat Undang-Undang (UU) pengawasan terintegrasi industri jasa keuangan, mulai dari perizinan hingga kepada perlindungan konsumen.
Advertisement
"Jadi sektor jasa keuangan harus diperhatikan. Karena industri jasa keuangan Indonesia memiliki aset dan kapitalisasi pasar mencapai Rp 16 ribu triliun per Desember 2016. Aset ini sangat utama menjalankan fungsi-fungsi moneter, investasi, pembayaran," jelas dia saat Konferensi Pers di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (13/3/2017).
Baca Juga
Agus menuturkan, sebesar 71 persen ekonomi Indonesia masih dibiayai sektor perbankan. Perbankan, Ia menuturkan, menjadi salah satu sektor yang diawasi OJK. Inilah pentingnya menjaga sektor keuangan karena apabila satu sektor keuangan goyang, maka dampaknya besar bagi perekonomian nasional.
"Pentingnya menjaga stabilitas sektor keuangan. Satu sektor keuangan yang tidak sehat akan berdampak pada kemampuan pertumbuhan ekonomi negara ini dan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan serta makro ekonomi suatu negara," tegas Mantan Menteri Keuangan itu.
Dia mengaku, Indonesia saat ini harus membayar mahal kondisi krisis moneter (krismon) 1997-1998. Lantaran, krisis ekonomi besar ini merembet kepada krisis sosial dan politik. Negara harus merogoh uang ratusan triliun rupiah untuk menyehatkan perekonomian Indonesia.
"Sekarang kita membayar mahal kondisi krisis 97-98. Total pendanaan yang dikeluarkan negara untuk menyehatkan ekonomi Indonesia dari 97-98 sampai sekarang masih ada Rp 195 triliun ditambah Rp 49 triliun surat utang dari penyehatan perbankan dan ekonomi Indonesia yang masih tercatat di buku Kemenkeu dan BI," Agus menerangkan.
"Total sebesar itupun sangat harus kita pelajari karena sudah 20 tahun pun masih menyisakan kewajiban sebesar itu," tegas Agus.
Hal senada juga disampaikan Ketua Pansel sekaligus Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menambahkan, biaya untuk membenahi sektor keuangan akibat krisis ekonomi (krismon) 1997-1998 mencapai 75 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
"Sampai hari ini, surat utang negara untuk mem-bailout sektor jasa keuangan yang mengalami kerusakan Rp 195 triliun, plus Rp 49 triliun, surat utangnya masih ada sampai sekarang, masih harus kami bayar. Sudah 20 tahun lalu, hanya untuk menggambarkan betapa pentingnya menjaga sektor ini melalui OJK yang tugasnya menjaga stabilitas dan memfasilitasi," jelas Sri.
Â