Reforma Agraria untuk Ciptakan Pemerataan Ekonomi

Pemerintah akan menggalakkan restrukturisasi atau penataan ulang susunan kepemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber agrarian.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 27 Mar 2017, 14:15 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2017, 14:15 WIB
Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution
Menteri Koordinator Perekonomian, Darmin Nasution saat menjadi pembicara dalam acara Bincang Ekonomi di Liputan6.com di SCTV Tower, Jakarta, Kamis (2/3). (Liputan6.com/Fatkhur Rozaq)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan menggalakkan restrukturisasi atau penataan ulang susunan kepemilikan, penguasaan, dan penggunaan sumber-sumber agrarian khususnya tanah atau sering disebut juga dengan reforma agraria. Pemerintah menjalankan prgram reforma agraria untuk mewujudkan pemerataan ekonomi naik untuk yang mampu dengan yang tak mampu maupun untuk yang di kota maupun di desa.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menjelaskan, program reforma agraria ‎merupakan pasangan dari program pendorong pertumbuhan ekonomi, yang sebelumnya sudah dikeluarkan. Sebelumnya pemerintah telah mencanangkan program pembangunan infrastruktur, deregulasi peraturan dan penciptaan kawasan industri.

"Kebijakan itu pasangan dari apa yang sudah ada selama ini. Infrastruktur dan deregulasi sudah. Itu untuk pertumbuhan, harus ada pasangan untuk pemerataan," kata ‎Darmin, usai menghadiri rekernas XVI HIPMI, di Jakarta, Senin (27/3/2017).

Melalui program reforma agraria akan memberikan kesempatan untuk masyarakat dalam mendapatkan modal berupa tanah yang nantinya akan serahkan ke masyarakat untuk dikelola menjadi lebih produktif.

"Kemudian intinya memberi dukungan memberi modal kepada rakyat, memberi kesempatan kepada rakyat," tutur Darmin.

Reforma agraria merupakan bagian dari usaha pemerintah, untuk melakukan tranformasi di sektor pertanian untuk masyarakat golongan bawah. "Ini adalah basis untuk tranformasi di sektor pertanian," tutup Darmin. 

Sebelumnya, ‎Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR), Sofyan Djalil mengungkapkan, gini ratio atau ketimpangan ekonomi di bidang pertanahan mencapai 0,6 sehingga ini menjadi masalah serius bagi negara ini.

"Tanah kalau dibiarkan jadi komoditas, generasi milenium kita bisa tidak punya rumah. Makanya kami punya program reforma agraria," kata dia.

Rancangan Undang-undang (UU) Pertanahan ‎akan diserahkan ke DPR pada akhir Maret ini untuk dibahas bersama. Dalam RUU tersebut, pemerintah memasukkan prinsip-prinsip pertanahan yang berekonomi keadilan. Hal ini dilakukan karena pemerintah belajar dari kesalahan pemerintah Zimbabwe dalam melakukan reforma agraria.

"Jangan khawatir, kita tidak akan melakukan kebijakan seperti Zimbabwe yang berhasil sekali menjalankan reforma agraria. Seluruh kebun dibagi-bagi sehingga Zimbabwe menjadi negara yang memproduksi berbagai jenis produk pertanian, tapi kini justru jadi net importir hampir seluruh produk pertanian karena kekeliruan kebijakan," jelasnya.

Dalam reforma agraria yang dilakukan pemerintah Jokowi, diakui Soyan, pihaknya akan mempercepat sertifikasi lahan minimal 5 juta sertifikat untuk rakyat miskin di beberapa wilayah di Indonesia di 2017. Selanjutnya, menambah juru ukur sekitar 2.500-3.000 juru ukur swasta berlisensi yang telah disertifikasi dan lolos uji kompetensi di Kementerian ATR.

Sementara bagi masyarakat yang tidak memiliki atas hak milik, Kementerian ATR menyiapkan program redistribusi tanah yang menyasar tanah-tanah Hak Guna Usaha (HGU) yang telah habis masa berlakunya dan tidak mengajukan perpanjangan, ditetapkan sebagai tanah terlantar. Tanah ini dijadikan tanah cadangan umum negara dan diredistribusikan ke para petani yang telah turun temurun mengolah tanah tersebut. (Pew/Gdn)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya