RI Gugat Australia Soal Pungutan Bea Masuk Kertas Fotokopi

Pengenaan bea masuk atas kertas Indonesia sudah pasti akan mempengaruhi pembicaraan dalam perundingan IA-CEPA.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 25 Mei 2017, 19:48 WIB
Diterbitkan 25 Mei 2017, 19:48 WIB
Pabrik dan Industri Kertas
Ilustrasi Foto Pabrik dan Industri Kertas (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag), Enggartiasto Lukita melayangkan gugatan atas pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) oleh pemerintah Australia terhadap tiga eksportir untuk produk kertas fotokopi A4 Indonesia. Hal ini menyusul laporan Assistant Minister for Industry, Innovation and Science tentang penyelidikan tindakan dumping dan subsidi produk kertas fotokopi A4 pada 19 April 2017.

“Keputusan tersebut mengenakan Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) kepada tiga eksportir kertas Indonesia dengan pengecualian terhadap satu eksportir yang volume dumping-nya tidak melampaui batas minimum dua persen (negligible level) atau di bawah 2 persen,” ucap Enggartiasto dalam keterangan resminya di Jakarta, Kamis (25/5/2017).

Sedangkan Bea Masuk Imbalan (BMI), diakui Enggartiasto tidak dikenakan karena penyelidikan subsidi oleh pemerintah Australia telah dihentikan mengingat subsidi yang diberikan pemerintah Indonesia pun tidak melampaui batas minimum dua persen.

Terhitung mulai 20 April 2017, Bea Masuk Anti-Dumping yang dikenakan kepada tiga eksportir Indonesia masing-masing sebesar 12,6 persen, 35,4 persen, sebesar 38,6 persen, dan akan diberlakukan selama 5 tahun ke depan.

“Pemerintah Indonesia akan terus berupaya mengamankan akses pasar kertas fotokopi A4 Indonesia yang nilai ekspor ke Australia mencapai US$ 34 juta pada 2016,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan.

Pemerintah Australia menyatakan bahwa terdapat kondisi yang disebut Particular Market Situation (PMS) di industri kertas Indonesia yang menyebabkan meningkatnya besaran margin dumping yang dikenakan ke eksportir Indonesia.

Selain itu, pernyataan adanya kondisi PMS di Indonesia akan kembali mengundang otoritas investigasi Australia atau otoritas investigasi negara lain untuk menginisiasi tuduhan trade remedy (domino effect).

“Kami menilai tuduhan dumping atas kertas Indonesia ini tidak adil. Pemerintah Indonesia telah menyampaikan sanggahan terkait PMS ini melalui berbagai cara, mulai dari konsultasi, penyampaian surat Menteri, hingga melayangkan gugatan ke Anti-Dumping Review Panel (ADRP) Australia,” papar Direktur Pengamanan Perdagangan Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag, Pradnyawati.

Gugatan tersebut, sambungnya, dilayangkan dengan keyakinan bahwa otoritas investigasi Australia tidak melandasi keputusannya dengan bukti yang kuat dan hanya sekedar menggunakan asumsi.

"Perusahaan juga melakukan gugatan atas pernyataan tersebut, bahkan akan membawa otoritas investigasi Australia ke forum Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) WTO," ucap Pradnyawati.

Ketua Tim Perunding Indonesia untuk Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA), Deddy Saleh menyatakan, pengenaan bea masuk atas kertas Indonesia sudah pasti akan mempengaruhi pembicaraan dalam perundingan IA-CEPA.

Penyelidikan tuduhan dumping dan subsidi terhadap produk kertas fotokopi A4 Indonesia ini diinisiasi pada 12 April 2016 atas permohonan industri kertas domestik Australia. Tahun penyelidikan adalah 2015, di mana pada tahun tersebut nilai impor kertas fotokopi A4 Australia dari Indonesia adalah sebesar US$ 25,1 juta atau mencapai 33,4 persen dari total nilai impor kertas Australia dari dunia yang mencapai US$ 75 juta.

Selain Indonesia, negara yang dituduh dalam penyelidikan ini adalah Brasil, Republik Rakyat Tiongkok (RRT), dan Thailand untuk dumping; sedangkan untuk subsidi negara lain yang dituduh adalah RRT.

"Klaim industri kertas Australia adalah mereka mengalami injury karena penurunan volume penjualan dan keuntungan, adanya tekanan harga, serta berkurangnya market share, tenaga kerja, kapasitas, dan investasi," kata Deddy.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya