Menteri Susi: Pemberantasan Maling Ikan Belum Selesai

Menteri Susi mengaku, pelaku pencurian atau maling ikan saat ini menggunakan modus berbeda supaya terhindar dari endusan para petugas.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 16 Jun 2017, 16:01 WIB
Diterbitkan 16 Jun 2017, 16:01 WIB
Menteri Susi mengaku, pelaku pencurian atau maling ikan saat ini menggunakan modus berbeda supaya terhindar dari endusan para petugas.
Menteri Susi mengaku, pelaku pencurian atau maling ikan saat ini menggunakan modus berbeda supaya terhindar dari endusan para petugas.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti mengaku belum puas dengan hasil kebijakan memberantas pencurian ikan atau illegal fishing di wilayah perairan Indonesia. Praktik kejahatan tersebut diakuinya masih ada hingga saat ini, bahkan dengan modus yang berbeda.

"Pemberantasan illegal fishing tidak bisa dibilang sukses, karena masih ada pencurian ikan. Kesuksesan itu tidak akan pernah ada accomplish final, karena yang mencuri tetap ada saja," tegas Susi saat Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Jumat (16/6/2017).

Susi mengaku, pelaku pencurian atau maling ikan saat ini menggunakan modus berbeda supaya terhindar dari endusan para petugas. Katanya, di Sulawesi Utara contohnya, modus pelaku kini memakai kapal Indonesia, identitas Indonesia, tapi nelayan atau Anak Buah Kapal (ABK) berwarganegara asing.

"Di Natuna dan Arafuru juga masih ada (pencurian ikan). Dari data satelit, kita melihat ada beberapa bongkar muat kapal di tengah laut (transhipment) antara kapal kita dan kapal asing. Kapal kita yang tangkap ikan," paparnya.

Menteri Susi pun gerah dengan pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan yang menyatakan, bahwa ikan tidak memiliki agama dan kebangsaan. Ikan pun akan pindah ke tempat lain atau mati dimakan predator apabila tidak ditangkap.

"Tidak ada yang bilang semua ikan punya agama dan kebangsaan. Tapi teritori atau ZEE (Zona Ekonomi Ekslusif) ada unclose dan aturan hukumnya, di mana kalau ikan berada di ZEE, itu hak milik kita," tegasnya.

"Wilayah ikan itu adalah wilayah kedaulatan, sudah diakui hukum internasional. Sedangkan hukum ikan yang bermigrasi, tidak semua jenis, hanya beberapa saja seperti tuna dan tuna sirip kuning banyak di laut Banda. Jadi Indonesia tetap lebih menang karena breeding zone ikan migratory, yellowfin, 60 persen lebih ada di laut Banda," Susi menuturkan.

Menurutnya, semua ikan atau makhluk hidup di bumi ini akan mati. Namun, sebelum mati, lanjut Susi, ikan akan bertelur atau beranak pinak. "Ikan dan kita semua pasti akan mati. Tapi sebelum mati, bertelur atau beranak pinak, melanjutkan keturunan. Di ikan tidak ada LGBT atau program KB. Kemudian induk mati, dan dimakan anak-anaknya karena dia kan juga butuh hidup. Jadi itu (pernyataan Luhut), absurd, dan tidak realistis," ucap Susi.

"Barangkali beliau (Luhut) kurang informasi, belum tahu siklus makhluk hidup atau ekologi perikanan," sindirnya.

Oleh karena itu, Menteri Susi saat Konferensi Laut Perserikatan Bangsa-bangsa di United Nations, Amerika Serikat beberapa waktu lalu meminta supaya United Nations mengkontrol perbaikan tata kelola di laut lepas dan membentuk badan khusus yang mengawasi di laut lepas, serta menjadikan IUU Fishing sebagai kejahatan dunia.

"Kedaulatan wilayah laut perikanan sudah diakui dunia. Ikan memang benar tidak punya agama dan kebangsaan, tapi wilayah kita punya kedaulatan yang tidak bisa ditawar-tawar. Kalau mencuri ikan di ZEE, ya kita tangkap," Susi menegaskan.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya