Ada Subsidi, Biaya Tanam Padi RI Masih Lebih Mahal dari Vietnam

Alokasi anggaran subsidi input di sektor pertanian yang meliputi subsidi pupuk dan benih meningkat drastis dalam 2 tahun terakhir.

oleh Septian Deny diperbarui 27 Jul 2017, 12:28 WIB
Diterbitkan 27 Jul 2017, 12:28 WIB
Alokasi anggaran subsidi input di sektor pertanian yang meliputi subsidi pupuk dan benih meningkat drastis dalam 2 tahun terakhir.
Alokasi anggaran subsidi input di sektor pertanian yang meliputi subsidi pupuk dan benih meningkat drastis dalam 2 tahun terakhir.

Liputan6.com, Jakarta Pengamat dari Institute for Development of Economics dan Finance (Indef) menilai subsidi pertanian yang diberikan pemerintah kepada para petani tidak efektif. Pasalnya, subsidi input yang disalurkan melalui benih, pupuk dan lain-lainnya tidak efektif untuk menekan biaya yang harus dikeluarkan petani saat produksi.

Direktur Indef Enny Sri Hartati mengatakan, memang pada tahun ini pemerintah telah mengalokasikan subsidi di sektor pertanian yang cukup besar.

Menurut catatannya, alokasi anggaran subsidi input di sektor pertanian yang meliputi subsidi pupuk dan benih meningkat drastis dalam 2 tahun terakhir. Bahkan pada APBN 2017, subsidi pupuk mencapai lebih dari Rp 30 triliun.

"Subsidi memang cukup besar, ini pemerintah komitmen afirmatif pada pangan kita. Tapi subsidi ini sayangnya. Subsidi kan ada target, harapannya biaya yang harus dikeluarkan di tingkat petani lebih rendah," ujar dia di Kantor Indef, Jakarta, Kamis (27/7/2017).

Namun nyatanya, lanjut Enny, biaya produksi padi di Indonesia lebih tinggi 2,5 kali dibandingkan Vietnam. Biaya produksi padi di Indonesia mencapai Rp 4.079 per kg, sedangkan di Vietnam hanya Rp 1.679 per kg.

"Ini 2,5 kali lipat dibanding Vietnam. Biaya produksi kita Rp 4.000 per kg. Tapi di Vietnam untuk produksi  padi hanya butuh per Rp 1.679. Ini berarti subsidi yang diberikan pemerintah tidak berdampak pada efisiensi produksi padi kita. Kalau subsidi diberikan, minimal tidak harus 2,5 kali lipat dari Vietnam. Ini belum ‎dibandingkan dengan Malaysia dan lain-lain," jelas dia.

Enny menyatakan, hal ini menunjukkan jika masih ada persoalan yang harus diselesaikan dalam hal efektifitas subsidi yang diberikan ke petani. Sebab, data Bank Dunia, kata dia, juga menyebutkan jika subsidi pupuk yang efektif dinikmati petani hanya sekitar 40 persen.

"Selain itu, masalah di subsidi benih juga sering tak tepat waktu, ketika petani tanam benih tidak ada. Kemudian tidak tepat kualitas, dan tidak tepat varietas. Setiap daerah kandungan hara tanahnya berbeda tidak semua varietas cocok," tandas dia.

‎
Tonton video menarik berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya