Liputan6.com, New York - Harga minyak menguat seiring ada kenaikan permintaan minyak Amerika Serikat (AS). Selain itu, data menunjukkan kalau pasokan minyak turun tidak sesuai yang diharapkan.
Harga minyakBrent naik 1,1 persen atau 58 sen ke level US$ 52,36 per barel usai sentuh level terendah ke level US$ 51,18. Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) menguat 0,9 persen ke level US$ 49,59 per barel usai sentuh level terendah di US$ 48,55.
Data menunjukkan kalau pasokan minyak di AS turun 1,5 juta barel hingga 28 Juli 2017. Berdasarkan data the Energy Information Administration (EIA) juga menunjukkan kalau permintaan bensin sentuh level tertinggi 9,84 juta barel. Operasional kilang naik juga mendorong permintaan minyak mentah. Tercatat kilang minyak mentah naik 123 ribu per barel.
Advertisement
Baca Juga
"Saya mengharapkan penguatan harga minyak untuk kembali kontrol atas pasar usai pelemahan yang terjadi," ujar David Thompson, Executive President Powerhouse, seperti dikutip dari laman Reuters, Kamis (3/8/2017).
Namun, Analis Petromatrix Olivier Jacob menilai, kenaikan harga minyak cenderung secara teknikal bukan faktor fundamental.
HollyFrontier Corp mengatakan pihaknya berencana menjalankan lima kilang minyaknya atau sedikit di atas kapasitas gabungan sekitar 457 ribu barel per hari.
Dalam survei Reuters juga menyebutkan kalau produksi minyak OPEC naik pada Juli 2017. Inii didorong pemulihan pasokan minyak lebih lanjut dari Libya. Produksi minyak Rusia mencapai 10,95 juta barel per hari pada Juli 2017.
Konsultan energi di Douglas Westwood, Steve Robertson memprediksi, pasokan minyak kembali banjir pada 2018 hingga 2021. "Oversupply benar-benar akan kembali pada 2018," kata Steve.
Saksikan Video Menarik di Bawah Ini: