SDM Jadi Faktor Penentu Pertumbuhan Industri Dalam Negeri

Pemerintah telah menetapkan arah pengembangan pendidikan vokasi mengacu pada konsep pendidikan dual system dari Jerman.

oleh Septian Deny diperbarui 26 Agu 2017, 14:00 WIB
Diterbitkan 26 Agu 2017, 14:00 WIB
Jokowi Resmikan Pendidikan Vokasi di Cikarang
Presiden Jokowi didampingi Menperin Airlangga Hartanto dan Mendikbud Muhadjir Effendy dalam peluncuran vokasi tahap III yang link and match antar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Jawa Barat dengan industri, Jumat (28/7). (Liputan6.com/Angga Yunani)

Liputan6.com, Padang - Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyatakan, sumber daya manusia (SDM) menjadi salah satu faktor penentu pertumbuhan industri, selain investasi dan teknologi. Ketersediaan SDM industri yang kompeten akan mendorong peningkatan produktivitas dan menjadikan industri lebih berdaya saing.

Dia mengungkapkan, pendidikan memegang peranan penting dalam pembentukan SDM guna menghasilkan tenaga kerja industri yang kompeten, yang sesuai dengan kebutuhan industri.

Pendidikan tersebut, yaitu pendidikan vokasi yang merupakan pendidikan yang ditujukan untuk membentuk dan menghasilkan tenaga kerja yang memiliki keterampilan khusus sesuai dengan kebutuhan bidang industrinya, sehingga harus link and match dengan industri.

"Hal ini sejalan dengan arahan Bapak Presiden bahwa prioritas pembangunan nasional saat ini adalah pembangunan infrastruktur dan penguatan SDM yang dilakukan melalui penguatan pendidikan vokasi industri," ujar dia dalam acara Wisuda 342 Lulusan SMK, SMAK dan SMTI Padang, di Padang, Sumatera Barat, Sabtu (26/8/2017).

‎Airlangga mengungkapkan, pemerintah telah menetapkan arah pengembangan pendidikan vokasi mengacu pada konsep pendidikan dual system dari Jerman, yaitu pendidikan yang mengintegrasikan pembelajaran di kampus dengan praktik kerja di industri.

Dia mengungkapkan, dalam rapat terbatas bidang vokasi dengan para Menteri Kabinet Kerja, Presiden Joko Widodo telah mengarahkan kepada Kementerian Perindustrian agar menjadi leading ministry untuk pengembangan pendidikan vokasi industri berbasis kompetensi yang link and match dengan industri secara nasional.

‎‎Saat ini, Kementerian Perindustrian memiliki 9 SMK, 9 politeknik, dan 1 akademi komunitas yang telah menjadi rujukan bagi pengembangan pendidikan vokasi.

‎"Lulusan SMK dan politeknik di lingkungan Kementerian Perindustrian seluruhnya terserap di industri dalam waktu kurang dari enam bulan, bahkan sebanyak 85 pesen lulusan SMK SMAK dan SMTI Padang telah terserap pada saat wisuda," kata dia.

‎Menurut dia, tingginya penyerapan para lulusan ini karena SMK dan politeknik di lingkungan Kementerian Perindustrian telah berbasis kompetensi dan link and match dengan industri sehingga lulusan yang dihasilkan benar-benar memiliki kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan sektor industri.

"Inilah yang ingin kita tularkan pada seluruh pendidikan vokasi di Indonesia, dan kita akan mulai dari SMK," tandas dia.

Tonton Video Menarik Berikut Ini:

Kompetensi pekerja

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri mengatakan bahwa pemerintah mengajak investor asing tak hanya berinvestasi pada sektor industri, tapi juga di sektor pengembangan sumber daya manusia (SDM).

“Kami mengapresiasi kepada investor asing yang telah berinvestasi di sektor industri. Namun, investasi sektor SDM juga sangat penting untuk meningkatkan kompetensi pekerja Indonesia,” ujar Menteri Hanif Dhakiri pada awal bulan ini.

“Bagi perusahaan asing yang telah memiliki vocational training, hendaknya juga bisa diakses publik secara lebih luas," tambahnya.

Menurutnya, saat ini Indonesia dihadapkan pada tantangan meningkatkan kompetensi pekerja. Tenaga kerja yang terampil menjadi syarat Indonesia sukses memanfaatkan bonus demografi antara tahun 2025-2030.

Merujuk riset McKinsey Global Institute, Indonesia akan menjadi negara ekonomi terbesar ketujuh di dunia pada tahun 2030 dengan kebutuhan 113 juta tenaga kerja terampil. Padahal, Badan Pusat Statistik menyebutkan, pada tahun 2015 Indonesia baru memiliki 56 juta tenaga kerja terampil. Dengan demikian, hingga tahun 2030, tiap tahun dibutuhkan 3,7 juta tenaga terampil baru.

Ditambahkan Menaker, keberadaan tenaga kerja terampil tak hanya menguntungkan ketenagakerjaan nasional, tapi juga memudahkan investor asing mendapatkan tenaga kerja yang kompeten, sesuai standar produksi yang dibutuhkan investor asing.

Untuk mendorong kontribusi investor asing berinvestasi di sektor SDM, Menteri Hanif mengaku sudah membicarakan hal ini dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani, agar ada insentif bagi perusahaan yang membuka pelatihan vokasi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya