Liputan6.com, Jakarta - Menteri Perdagangan (Mendag), Enggartiasto Lukita telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk komoditas beras per 1 September 2017. Harga maksimal yang dipatok mulai dari Rp 9.450 per kilogram (kg) sampai Rp 13.600 per kg tergantung jenis beras dan daerah.
Pengamat Pertanian dari Institute for Development Economics and Finance (INDEF), Bustanul Arifin mengatakan, HET merupakan aturan untuk mengontrol harga yang bisa bermanfaat apabila ada instrumen atau institusi yang mengawasinya. Ia khawatir justru dapat menjadi insentif negatif bagi para petani dengan penetapan HET ini.
"Saat ini petani tidak terlalu ribut karena harga lebih tinggi dari Harga Pokok Pembelian (HPP). HPP kan sekarang Rp 3.700 per kg, tapi di lapangannya Rp 4.200 sampai Rp 5.000 per kg. Jadi kalau HET ditetapkan, saya khawatir jadi insentif negatif bagi petani," ujarnya di Jakarta, Sabtu (9/9/2017).
Advertisement
Baca Juga
Insentif negatif yang dimaksud Bustanul, pedagang pasti akan menekan harga ke bawah atau lebih rendah sehingga para petani tidak dapat lagi menikmati harga pembelian Rp 4.200 atau Rp 5.000 per kg.
"Tapi pemerintah kan menjalankan Nomor 57 Tahun 2017 tentang Penetapan HET ada masa transisi, tidak full. Karena belajar dari kesalahan Permendag 47/2017 yang bikin ribut, ternyata belum diberlakukan," terangnya.
Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Golkar, Ichsan Firdaus menambahkan kebijakan penetapan HET harus diiringi dengan produksi dan stok beras yang memadai. Sayangnya, melihat kemampuan Perum Bulog menyerap beras petani justru mengalami penurunan di semester I-2017.
"Kemampuan Bulog menyerap beras dari petani saya agak khawatir. Di semester I-2017 dibanding periode yang sama tahun lalu, daya serap Bulog turun menjadi 500-600 ribu ton beras saja. Karena terkendala aturan lantaran harus membeli dengan harga yang ditetapkan," terangnya.
"Saya amati di lapangan, harga gabah kering panen di atas Rp 5.000 per kg, tapi HPP Rp 3.700-Rp 3.800 per kg, jadi Bulog berkompetisi di tingkat bawah juga berat," ia menambahkan.
Parahnya lagi, kata Ichsan, teknologi yang dimiliki Bulog masih kalah dengan juragan beras. "Kalau penyerapan Bulog agak minim, tapi pemerintah malah menerapkan HET. Itu bisa saja harganya di atas HET. Buktinya pemerintah sudah patok harga daging Rp 80 ribu, di lapangan masih Rp 120 ribu per kg," jelasnya.
Ichsan berharap, apapun kebijakan pemerintah termasuk menerapkan HET dalam rangka stabilisasi harga beras, namun harus tetap memikirkan agar para petani tetap tertarik menanam padi, mendapat keuntungan, dengan perbaikan data-data produksi.
"Kalau data salah, kebijakan pemerintah juga akan berantakan," pungkasnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Rincian HET
Seperti diketahui, berikut daftar HET beras premium dan medium:
- Jawa, Lampung dan Sumatera Selatan, beras medium Rp 9.450 per kg dan premium Rp 12.800 per kg.
- Sumatera (tidak termasuk Lampung dan Sumatera Selatan) beras medium Rp 9.950 per kg, premium Rp 13.300.
- Bali dan Nusa Tenggara Barat, beras medium Rp 9.450 per kg, premium Rp 12.800 per kg.
- Nusa Tenggara Timur, beras medium Rp 9.950 per kg, premium Rp 13.300 per kg.
- Sulawesi, beras medium Rp 9.450 per kg, premium Rp 12.800 per kg.
- Kalimantan, beras medium Rp 9.950 per kg, premium Rp 13.300 per kg.
- Maluku, beras medium Rp 10.250 per kg, premium Rp 13.600 per kg.
- Papua, beras medium Rp 10.250 per kg, premium Rp 13.600 per kg.
Advertisement