Ekspor Lebih Mudah, Industri Tekstil Diminta Tambah Investasi

Industri tekstil Indonesia selama lima tahun terakhir turut dipengaruhi oleh melemahnya situasi global ekonomi dunia.

oleh Septian Deny diperbarui 18 Sep 2017, 10:15 WIB
Diterbitkan 18 Sep 2017, 10:15 WIB
20151013-Aktivitas Pekerja Tekstil Garmen-Jakarta
Pekerja mencoba memasangkan hasil produksi pada sebuah patung,Tangerang, Banten, Selasa (13/10/2015). Industri tekstil di dalam negeri terus menggeliat. Hal ini ditandai aliran investasi yang mencapai Rp 4 triliun (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Saat ini dinilai sebagai waktu yang tepat bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) berinvestasi di Indonesia atau memperluas kapasitas produksinya. Sebab, hambatan ekspor produk tekstil Indonesia ke Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa yang selama ini ada akan berkurang dan diharapkan membuat industri TPT kembali bergeliat.

Direktur Industri Tekstil Kulit Alas Kaki dan Aneka Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Muhdori menyatakan, sejumlah hambatan nontarif sudah tidak menjadi penghalang bagi industri TPT Indonesia memasuki sejumlah pasar Uni Eropa dan Amerika Serikat. Ini sejalan dengan tahapan pada negosiasi Free Trade Arrangement (FTA) Indonesia dengan Uni Eropa dan AS.

“Negara-negara itu sudah mengakui kualitas produk TPT Indonesia yang sangat bagus, mampu memenuhi selera konsumen di negara impornya, termasuk sudah mampu memenuhi selera para fashion designer, baik di dalam negeri dan pasar internasional," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (18/9/2017).

Selain itu, jika ditinjau secara global, berdasarkan data United Nations Industrial Development Organization (UNIDO) yang dipublikasikan pada 2017, Indonesia menduduki peringkat nomor 9 di dunia untuk Manufacturing Value Added (MVA). Posisi ini sejajar dengan Brasil dan Inggris, bahkan lebih tinggi dari Rusia, Australia, dan negara-negara ASEAN lain.

"Bahkan, organisasi internasional seperti International Labour Organization (ILO) sudah mengakui Indonesia sebagai negara yang tidak melanggar aturan hak asasi internasional di bidang perlindungan tenaga kerja," kata dia.

Berdasarkan data statistik, industri tekstil Indonesia selama lima tahun terakhir turut dipengaruhi oleh melemahnya situasi global ekonomi dunia, hingga menyentuh titik terendah pada 2015. Namun sektor industri bisa bangkit kembali dengan pertumbuhan yang positif, sehingga pada kuartal II 2017 pertumbuhan industri ini mencapai 1,92 persen.

Sementara itu, data yang ada menyebutkan, distribusi atau persebaran industri tekstil kategori menengah dan besar selama ini masih terkonsentrasi di wilayah Jawa yang mencapai 95,6 persen. Hal tersebut menjadi tugas pemerintah untuk lebih memperlebar distribusinya ke seluruh Indonesia, melalui pengembangan infrastruktur.

Sebagai gambaran, perdagangan industri tekstil Indonesia didominasi produk pakaian senilai US $ 6,8 juta dan benang senilai US$1,6 juta. Kendati turun pada 2016, tahun ini khususnya pada semester II, ekspor dan perdagangan menunjukkan pertumbuhan yang positif. ‎Ekspor tumbuh 2,71 persen, sementara perdagangan di dalam negeri naik 3,69 persen.

Ekspor Capai US$ 15 Miliar di 2019

Diberitakan sebelumnya, Kemenperin memproyeksikan nilai ekspor industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional akan tumbuh pesat dalam dua tahun ke depan. Optimisme ini seiring dengan berbagai program dan insentif yang diberikan pemerintah untuk memacu kinerja sektor unggulan tersebut.
 
“Industri TPT merupakan sektor padat karya berorientasi ekspor. Pada 2019, kami menargetkan ekspornya bisa mencapai US$ 15 miliar dan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 3,11 juta orang,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di akhir pekan.

Menurut dia, untuk mencapai sasaran itu, dibutuhkan investasi baru dan ekspansi di setiap sektor industri TPT.

“Kami memperkirakan pada saat itu akan ada penambahan kapasitas produksi sebesar 1.638 ton per tahun dengan nilai investasi Rp 81,45 triliun dan penyerapan tenaga kerja sebanyak 424.261 orang,” ungkapnya.

Oleh karena itu, kata Airlangga, pemerintah fokus menciptakan iklim investasi yang kondusif dengan menerbitkan kebijakan-kebijakan yang dapat memudahkan pelaku industri dalam berusaha di Indonesia. Misalnya, memfasilitasi pemberian insentif fiskal berupa tax allowance dan tax holiday.

“Selain itu, guna meningkatkan daya saing, Kemenperin tengah menjalankan program pendidikan vokasi industri dalam menyiapkan tenaga kerja yang kompeten sesuai kebutuhan di lapangan. Kami juga telah memiliki program Diklat 3in1 untuk operator mesin garmen,” papar dia.

Kemudian, industri TPT nasional sedang didorong agar segera memanfaatkan teknologi digital, seperti 3D printing, automation, dan internet of things sehingga siap menghadapi era Industry 4.0. Upaya transformasi ini diyakini dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas, selain melanjutkan program restrukturisasi mesin dan peralatan.

Menteri Airlangga menambahkan, pemerintah juga berupaya membuat perjanjian kerja sama bilateral dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa supaya memperluas pasar ekspor TPT lokal.

“Saat ini dalam proses negosiasi untuk bilateral agreement tersebut, karena bea masuk ekspor produk tekstil Indonesia masih dikenakan 5-20 persen, sedangkan ekspor Vietnam ke Amerika dan Eropa sudah nol persen,” tutur dia.

Lebih lanjut, Kemenperin terus berkoordinasi dengan pihak berwenang untuk mengatasi impor ilegal produk TPT dalam bentuk borongan. “Kami juga akan perhatikan dan ada tindakan tegas untuk impor baju bekas yang masuk melalui pelabuhan 'tikus',” imbuhnya.

Airlangga optimistis, industri TPT nasional mampu berdaya saing global. Pasalnya, sektor andalan ini telah terintegrasi dari hulu sampai hilir dan produknya dikenal memiliki kualitas yang baik di pasar internasional. “Khusus untuk industri shoes and apparel sport, kita sudah melewati Tiongkok. Bahkan, di Brasil, kita sudah menguasai pasar di sana hingga 80 persen,” ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya