Pengusaha: Ritel Sedang Adu Kuat agar Tidak Tutup

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta pemerintah mewaspadai terjadi gelombang penutupan bisnis ritel di dalam negeri.

oleh Septian Deny diperbarui 23 Okt 2017, 16:46 WIB
Diterbitkan 23 Okt 2017, 16:46 WIB
Hari Pertama Jakarta Midnight Sale 2017 Diserbu Pembeli
Calon pembeli memilih celana di salah satu toko saat Jakarta "Midnight Sale" di Mall Senayan City, Jakarta, Jumat (16/6). Belanja Tengah Malam atau Midnight Sale yang menjadi program tahunan Festival Jakarta Great Sale 2017. (Liputan6.com/Gempur M Surya)

Liputan6.com, Jakarta Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) meminta pemerintah mewaspadai terjadi gelombang penutupan bisnis ritel di dalam negeri. Sebab dalam kurun waktu 1 tahun terakhir, sejumlah usaha ritel modern telah menutup sebagian bahkan seluruh gerainya di Indonesia.

Ketua Umum Aprindo Roy N Mande mengatakan, kabar soal tutupnya Lotus Departement Store ini menjadi alarm bagi pemerintah. Sebab, bukan tidak mungkin hal ini juga diikuti oleh perusahaan ritel lain di dalam negeri.

"Itu secara sederhana akan mengalir saja situasi seperti itu, karena situasi yang belum ada jalan keluarnya. Ini seperti efek domino saja," ujar dia pada acara Rembuk Nasional 2017 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Senin (23/10/2017).

Menurut dia, selama belum ada solusi dan cara untuk kembali menggairahkan bisnis ritel yang tengah melesu, maka bukan tidak mungkin ada ritel lain yang juga akan menutup gerainya. Saat ini, pengusaha ritel modern saling adu kuat untuk terus bertahan pada persaingan bisnis ini.

‎"Kalau belum diobati, tidak dicari jalan keluar, tidak dicari pokok permasalahan di sektor ritel ini, kemudian tidak ada jalan keluar, ini tinggal tahan-tahanan saja. Tinggal adu kuat, siapa yang akan bertahan, siapa yang tidak," kata dia.

Roy menyatakan, masalah bertahan atau tutupnya sebuah usaha ritel akan terlihat dari kemampuan perusahaan mengatasi tekanan pada tingginya biasa operasional, yang tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan.

"Karena buka dan tutup ini kan masalah fundamental, terhadap mampu tidaknya perusahaan meneruskan segala yang berkaitan dengan biaya dan sebagainya yang tetap tinggi, tapi di pendapatan tetap rendah," tandas dia.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya