Ini Beda Kebijakan Sistem Pangan RI dan Malaysia

Indonesia dan Malaysia telah menjalankan kebijakan untuk mewujudkan ketahanan pangan mandiri.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 30 Okt 2017, 18:45 WIB
Diterbitkan 30 Okt 2017, 18:45 WIB
Sawah (Ilustrasi)
Sawah (Antara Foto)

Liputan6.com, Jakarta Jumlah penduduk di dunia diprediksi mencapai 9 miliar pada 2030. Seluruh negara mempunyai tantangan untuk menghidupi umat manusia, salah satunya melalui ketersediaan pangan. Indonesia dan Malaysia telah menjalankan kebijakan untuk mewujudkan ketahanan pangan mandiri.

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati memprediksi jumlah penduduk Indonesia akan mencapai sekitar 300-350 juta jiwa dalam kurun waktu 15-16 tahun ke depan. Laju pertambahan penduduk ini menjadi tantangan pemerintah di masa mendatang.

"Kalau isu ini tidak di-address, kita bisa terancam masalah kelangkaan pangan akibat masalah cuaca dan faktor lainnya. Apalagi Indonesia adalah negara besar dengan jumlah pulau 18 ribu tersebar di Indonesia," terangnya di Jakarta, Senin (30/10/2017).

Sri Mulyani mengaku, indeks ketahanan pangan Indonesia berada di urutan 71 dari 113 negara. Dengan kondisi geografisnya, Indonesia terdiri dari 359 Kabupaten/Kota yang kewenangannya diatur masing-masing pemerintah daerah (pemda).

"Memang masih ada kesenjangan antar pulau, makanya pemerintah Jokowi ingin membangun dari bagian terluar atau pinggiran untuk mencapai pemerataan," ucapnya.

Di Indonesia, sambung Sri Mulyani, jumlah tenaga kerja masih didominasi di sektor pertanian. Namun kontribusi sektor ini ke Produk Domestik Bruto (PDB) kurang dari 13 persen. Kondisi ini menimbulkan masalah tidak hanya produktivitas, tapi juga kesejahteraan.

Lebih jauh katanya, pemerintah meningkatkan alokasi anggaran untuk menaikkan produksi dan diversifikasi pangan. Membangun infrastruktur dasar untuk mewujudkan ketahanan pangan.

"Salah satu indikator yang kami gunakan adalah irigasi. Tadinya di 2014 kondisinya menyedihkan, proporsi 46 persen, lalu kita tingkatkan kualitasnya jadi 90 persen saluran irigasi dalam keadaan baik," paparnya.

Selain itu, pemerintah memberikan subsidi pupuk, benih kepada para petani. Meski demikian, Sri Mulyani mengaku, pemerintah harus belajar agar subsidi ini dapat disalurkan tepat sasaran, sehingga peran pemerintah daerah dalam hal ini menjadi sangat penting.

"Kita juga fokus membuka dan merehabilitasi lahan-lahan pertanian, membangun waduk, bendungan, menerapkan kebijakan impor beras untuk memberantas kartel, pemberian subsidi raskin untuk para petani miskin, dan program bantuan lainnya," paparnya.

Petani dalam memproduksi pangan, kata Sri Mulyani, bergantung pada cuaca. Oleh karena itu, ada asuransi untuk petani dan lahan pertanian.

Kebijakan tersebut dapat melindungi petani dari ketidakpastian cuaca dan meningkatkan kesejahteraan petani, serta produktivitas pertanian dalam mewujudkan ketahanan pangan mandiri.

"Kita juga berupaya untuk terus mengendalikan harga pangan dengan manajemen cadangan dan distribusi pangan yang tepat, serta kebijakan lainnya," jelas Sri Mulyani.

Sementara itu, Menteri Kesehatan Malaysia, Datuk Seri Dr S Subramaniam mengatakan, sistem pengelolaan pangan di Negeri Jiran adalah pemerintah berinovasi menciptakan konektivitas antara petani dan konsumen.

"Kami beri insentif kepada swasta yang menjual makanan sehat di lokasi yang baik dan penting untuk rumah tangga. Harganya harus terjangkau dengan memberikan insentif harga untuk barang pangan yang sehat, investasi membangun sistem irigasi yang baik," terangnya.

Di Malaysia, dia menambahkan, pemerintah memiliki kebijakan untuk mengendalikan harga menjelang Hari Raya agar tidak ada orang yang melakukan penumpukan pangan sebelum Hari Raya.

"Kami juga menaikan daya beli konsumen agar mereka mendapat akses pangan yang baik, di Malaysia melalui bantuan sosial langsung," tukas Subramaniam.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya