Liputan6.com, Jakarta - Keputusan Gubernur DKI Jakarta yang menetapkan UMP DKI Jakarta 2018 sebesar Rp 3.648.035 mendapat sambutan positif dari pengusaha di Ibu Kota. Besaran UMP tersebut sesuai dengan formula PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Wakil Ketua Kadin DKI Jakarta, Sarman Simanjorang, mengatakan, ketetapan UMP itu sebenarnya demi kepentingan bersama, yakni pengusaha dan pekerja.
"Jangan ada kesan seolah-olah pemerintah lebih berpihak kepada pengusaha. Saya rasa itu tidak benar, pengusaha tidak perlu dibela, yang jelas bagaimana kepentingan bersama lebih diutamakan dan diakomodasi," ujar dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (3/112/2017).
Advertisement
Baca Juga
Menurut dia, dunia usaha butuh kepastian dalam bentuk regulasi dari yang mampu menaungi antara pengusaha dan pekerja. PP Pengupahan ini sudah memberikan jaminan kepada pengusaha dan pekerja.
Sebab, bagi pengusaha ada jaminan jika kenaikan UMP sesuai dengan kemampuan dunia usaha yang indikatornya adalah pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional. Dari sisi pekerja, ada jaminan bahwa UMP akan naik setiap tahun sehingga kesejahteraan buruh akan semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi.
"Kita sangat mengapresiasi gubernur dan wakil gubernur yang telah berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan buruh dengan memberikan subsidi pangan melalui program Jakgrosir, KJP Plus, gratis naik Transjakarta dan lain-lain," kata dia.
Selain itu, para pengusaha juga berharap adanya pengertian dari serikat pekerja akan realitas kondisi ekonomi saat ini. Sarman berharap pekerja juga bisa kebersamaan menjaga iklim usaha dan investasi yang kondusif serta menerima keputusan pemerintah terhadap angka UMP DKI Jakarta 2018.
"Kita berharap kondisi dan pertumbuhan ekonomi kita ke depan semakin membaik diberbagai sektor, lapangan kerja tersedia, pengusaha semakin berkembang dan buruh juga semakin sejahtera," tandas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Serikat pekerja menolak
Penetapan UMP 2018 ini mendapatkan penolakan dari serikat pekerja yang berafiliasi dengan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Salah satunya, Federasi Serikat Pekerja (FSP) Farkes Reformasi.
Ketua Umum FSP Farkes-Reformasi, Idris Idham mengatakan, penolakan tersebut lantaran kenaikan UMP sebesar Rp 3,64 juta ini di bawah tuntutan pekerja yang menghendaki kenaikan menjadi Rp 3,9 juta.
"Kami menolak keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menyatakan UMP DKI tahun 2018 sebesar Rp 3.648.035," ujar dia.
Idris menuturkan, pihaknya menolak nilai UMP DKI 2018 karena dalam menetapkan UMP, Pemprov DKI menggunakan PP 78 tahun 2015. Sedangkan berdasarkan UU Nomor 13 tahun 2003 penetapan UMP seharusnya berdasarkan survei kebutuhan hidup layak (KHL).
Padahal di tahun sebelumnya, kaum buruh yang tergabung dalam Koalisi Buruh Jakarta (KBJ) berhasil memenangi gugatan atas keputusan Pemprov DKI yang menetapkan UMP DKI tahun 2017 berdasarkan PP 78/2015 di PTUN Jakarta.
"Jadi jika penetapan UMP tahun 2018 yang masih menggunakan PP 78/2015 berarti pemerintah melanggar undang-undang," kata Idris.
Oleh sebab itu, kata dia, FSP Farkes Reformasi yang berafiliasi dengan KSPI akan turut serta dalam aksi buruh yang akan berlangsung pada 10 November 2017 bertepatan dengan Hari Pahlawan.
"Kami akan all out turun ke jalan melawan keputusan gubernur. Kepada kawan-kawan buruh, saya minta agar selalu semangat dan kompak dalam memperjuangkan upah layak," kata dia.
Advertisement
Kata Anies
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menetapkan UMP DKI Jakarta 2018 sebesar Rp 3.648,035.
Penetapan tersebut diumumkan hari ini, Rabu, 1 November 2017. "Besar kenaikan UMP 8,71 persen, kita tetapkan 2018 Rp 3.648,035," kata Anies Baswedan di Balai Kota Jakarta.
Sebelumnya, saat pembahasan UMP di Dewan Pengupahan DKI, terdapat tiga usulan yang diserahkan kepada Anies.
Sebelumnya, Kepala Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta Priyono mengatakan, Dewan Pengupahan DKI merekomendasikan tiga angka UMP 2018 kepada gubernur.
Usulan UMP 2018 dari Serikat Pekerja sebesar Rp 3.917.398. Angka itu didapat dari kebutuhan hidup layak (KHL) dikali pertumbuhan ekonomi dan inflasi 8,71 persen.
"Ada juga usulan unsur pengusaha dan pemerintah sesuai dengan PP 78 tahun 2015 naik 8,71 persen menjadi Rp 3.648.035," ujar Priyono.
Dari unsur buruh, ucap Priyono, perubahan nilai terjadi karena kenaikan tiga hal, yakni listrik, sewa rumah, dan transportasi.
"(Survei) untuk mengakomodasi keinginan (buruh) karena bagaimanapun juga akan sebagai perbandingan," ujar dia.