DJP Bakal Selidiki Orang Tenar RI Masuk Daftar Paradise Papers

Ditjen Pajak akan bekerja mengolah data dengan bocornya Paradise Papers, kemudian disandingkan dengan SPT.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 07 Nov 2017, 14:43 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2017, 14:43 WIB
20170222-Dirjen Pajak Sosialisasi Tax Amnesty ke Pemuka Agama-Jakarta
Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi menggelar dialog perpajakan bersama para pemuka agama di Jakarta, Rabu (22/2). Ada sekitar 150 peserta dari perwakilan pemuka agama Hindu, Budha dan Khonghucu yang ikut dalam dialog tersebut. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak atau Ditjen Pajak Kementerian Keuangan akan bergerak menganalisis dokumen surga atau yang lebih dikenal dengan Paradise Papers yang mencatut nama orang superkaya di Indonesia. Tentunya dengan langkah sesuai prosedur mulai dari pencocokan data.

Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak, Ken Dwijugiasteadi, mengaku akan bekerja seperti biasa mengolah data atau laporan yang diterima dari berbagai sumber, termasuk dari Paradise Papers. Hal ini sama dengan apa yang dilakukan saat Panama Papers dan data transfer uang melalui Standard Chartered menyeruak.

"Kalau menyangkut pajak pasti sesuai dengan ketentuan saya lihat dulu. Pasti kami kerjakan, seperti Panama Papers, tapi haslnya tidak bisa diumumkan ke publik," ujar dia usai Rapat Pimpinan (Rapim) di kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (7/11/2017).

Paradise Papers merupakan 13,4 juta dokumen yang berisi catatan kekayaan tersembunyi para elite dunia, termasuk Indonesia, demi menghindari pajak. Sebelumnya, tersebar pula data Panama Papers yang menyeret nama-nama miliarder global maupun nasional.

Dengan era pertukaran data secara otomatis untuk kepentingan perpajakan (Automatic Exchange of Information/AEoI) per September 2018, Ditjen Pajak ke depan dapat langsung meminta data atau informasi dari Wajib Pajak Indonesia di luar negeri by request atau permintaan.

"Kalau sudah ada AEoI, kami bisa request kok," tegas Ken.

Sementara itu, Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak, Yon Arsal, mengatakan, seluruh data atau informasi yang diperoleh baik dari Paradise Papers, Panama Papers, dan sumber lainnya akan dilihat Ditjen Pajak untuk ditindaklanjuti.

"Sesuai SOP tidak hanya bicara Panama dan Paradise Papers, kalau terima data, kami akan sandingkan dengan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak," dia menjelaskan.

Apabila ada perbedaan data yang diperoleh dengan SPT, ujar Yon, pihaknya akan memberikan imbauan kepada Wajib Pajak sampai ke tahap klarifikasi. Langkah selanjutnya, dia menjelaskan, jika wajib pajak tidak menanggapi imbauan dan tidak mengklarifkasi, maka akan dilakukan pemeriksaan.

"Kalau wajib pajak mau klarifikasi dan bayar, case closed. Tapi kalau tidak, ya diusulkan pemeriksaan dan ujungnya Surat Ketetapan Pajak (SKP)," ujarnya.

"Jika dia datanya valid, tapi tidak mau bayar SKP, maka jadi tunggakan pajak dan akan ada surat teguran, surat paksa, gijzeling (penyanderaan). Jadi perlakuannya sama atas semua data," ujar Yon.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Paradise Papers, 13 Juta Dokumen Skandal Pajak Bocor ke Publik

Dokumen keuangan dalam skala besar, berjumlah sekitar 13,4 juta, bocor ke publik. Bocoran yang dinamakan Paradise Papers (dokumen surga) itu mengungkapkan bagaimana orang superkaya, termasuk Ratu Elizabeth, diam-diam berinvestasi di luar negeri, di mana surga pajak (tax haven) berada.

Seperti halnya Panama Papers, dokumen-dokumen tersebut didapat surat kabar Jerman, Süddeutsche Zeitung, yang kemudian meminta International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) untuk melakukan investigasi secara lebih rinci.

BBC Panorama dan Guardian termasuk dalam 100 lebih media yang menginvestigasi dokumen-dokumen tersebut.

Sejumlah dokumen yang telah dibocorkan pada Minggu, 5 November 2017 baru sebagian kecil, yang mengungkap skandal pajak dan keuangan -- dari ratusan orang dan perusahaan yang namanya disebut dalam data.

Sejumlah pelaku bisnis terbesar di dunia, kepala negara, dan tokoh global dalam bidang politik, hiburan dan olahraga diduga kuat melindungi kekayaan mereka di tempat-tempat rahasia, dengan memanfaatkan tax havens (suaka/surga pajak) di sejumlah negara.

Seperti dikutip dari BBC, Senin 6 November 2017, selain Ratu Elizabeth, juga ada juga nama Menteri Perdagangan dalam kabinet Presiden Donald Trump, Wilbur Ross, yang disebut memiliki saham di perusahaan yang melakukan transaksi dengan pihak Rusia yang dikenai sanksi oleh Amerika Serikat. Presiden Kolombia, Juan Manuel Santos juga ada dalam daftar.

Selain itu, pembantu dekat PM Kanada juga dikaitkan dengan skema offshore yang berpotensi merugikan jutaan dolar uang negara dari pajak. Skandal itu mengancam bakal mempermalukan Justin Trudeau, yang saat kampanye menjanjikan penutupan tax haven.

Stephen Bronfman, yang namanya disebut dalam Paradise Papers, adalah ketua penggalang dana kampanye Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau.

Seperti dikutip dari Haaretz, nama sejumlah figur dari Indonesia juga masuk di dalamnya.

ICIJ kemudian mengunggah sejumlah laporan awal dari dokumen tersebut dalam laman elektronik mereka offshoreleaks.icij.org. Organisasi itu menyebut, dokumen yang dirilis hanya sebagian kecil dari keseluruhan yang ada. Beberapa pekan mendatang, sebagian besar sisa dokumen akan segera dirilis lewat situs mereka.

Rilis awal dokumen menunjukkan, 120 ribu individu dan entitas bisnis itu menggunakan skema finansial kompleks yang dirahasiakan di balik selimut struktur dana perwalian, yayasan, dan perusahan cangkang (shell/front companies).

Kini, seluruh dokumen itu membuat sejumlah pihak mempertanyakan transparansi arus finansial para figur yang namanya tercantum dalam Paradise Papers.

Dokumen itu juga memicu munculnya dugaan tax evasion dan tax avoidance yang mungkin dilakukan oleh ke-120 ribu individu serta entitas bisnis tersebut.

Meski begitu, seperti dikutip dari BBC, sebagian besar transaksi itu tak melanggar hukum.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya