Liputan6.com, Jakarta Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang menjadi motor penggerak ekonomi Indonesia tumbuh melambat pada periode Lebaran tahun ini dibanding tahun sebelumnya. Ada tiga penyebab utama, yakni kenaikan tarif tenaga listrik, kebijakan pajak, dan ketidakpastian politik.
Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia, Frederico Gil Sander, menilai momentum Lebaran tak mampu mengangkat konsumsi rumah tangga di kuartal II-2017, sehingga pertumbuhannya hanya mencapai 4,95 persen. Capaian tersebut melambat dibanding realisasi 5,01 persen di kuartal III-2016 saat ada periode Lebaran.
Advertisement
Baca Juga
"Biasanya kalau ada Lebaran, pertumbuhan konsumsi rumah tangga tinggi, tapi tidak di tahun ini. Pertumbuhannya tidak terlalu kuat," kata dia saat memberikan penjelasan Laporan Indonesia Economic Quarterly December 2017 di Energy Building SCBD, Jakarta, Kamis (14/12/2017).
Sander menganalisis ada tiga faktor utama yang menyebabkan perlambatan konsumsi rumah tangga di Indonesia pada periode tersebut. Pertama, kenaikan tarif listrik golongan rumah tangga 900 VA.
"Karena naiknya substansial, berpengaruh ke daya beli mereka. Makanya subsidi menjadi sangat penting, khususnya bagi rumah tangga miskin," Sander menerangkan.
Kedua, lanjutnya, usai program pengampunan pajak (tax amnesty), pemerintah menjadi lebih serius untuk menyisir kepatuhan pajak dari Wajib Pajak (WP).
"Hal ini berdampak pada rumah tangga yang berpenghasilan tinggi. Satu minggu lalu, saya mendapat data 20 persen dari rumah tangga Indonesia mengonsumsi 47 persen," jelas Sander.
Sementara penyebab ketiga konsumsi rumah tangga melambat, dia bilang, karena ketidakpastian politik, terutama Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Jakarta.
"Ketidakpastian politik, waktu itu pilkada Jakarta berpengaruh ke konsumsi rumah tangga. Faktor-faktor transisi ini mempengaruhi perekonomian," ujarnya.
Menurut Sander, konsumsi rumah tangga akan pulih melalui penurunan tingkat pengangguran, serta stabilitas inflasi dan nilai tukar rupiah.
"Kalau penyerapan tenaga kerja semakin kuat lagi, konsumsi bisa lebih baik lagi diiringi upaya menjaga inflasi dan stabilitas nilai tukar. Faktor-faktor ini dapat memperbaiki tingkat konsumsi di Indonesia," saran dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Masyarakat Menengah Atas Bakal Giat Belanja pada 2018
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) meyakini tingkat konsumsi masyarakat akan kembali meningkat di 2018. Hal ini diharapkan menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi di tahun depan.
Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Adriyanto mengatakan, selama ini banyak yang menyebut jika daya beli masyarakat menurun. Namun menurut dia, sebenarnya antara daya beli dan konsumsi masyarakat merupakan hal yang berbeda.‎
‎"Jadi sebetulnya kita harus bedakan antara daya beli dengan pengeluaran. Daya beli lebih dipengaruhi oleh inflasi. Kalau pengeluaran itu lebih dipengaruhi oleh naik turunnya pengeluaran.‎‎ Data yang kita miliki, masyarakat masih ada tingkat pengeluaran yang cukup bagus, tapi tidak ada hubungannya dengan daya beli," ujar dia dalam Pelatihan Wartawan di Jeep Station Indonesia, Bogor, Jawa Barat, Selasa (12/12/2017).
Dia menuturkan, tingkat konsumsi masyarakat, dalam hal ini rumah tangga di 2017 justru cenderung stabil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dinilai lebih baik dan menjadi bukti jika tidak ada gangguan pada daya beli masyarakat.
"Kalau dari konsumsi rumah tangga tumbuhnya relatif stabil. Konsumsi masih cukup bagus dan lebih stabil dibandingkan 2015. Tren konsumsi rumah tangga ini trennya menurun. Di tren di 2016 naik di kuartal dua dan turun selanjutnya. Tapi saat ini (2017) sudah cukup stabil," kata dia.
Selain itu, pada tahun ini memang masyarakat menengah ke atas menahan belanja dan memilih menyimpan dananya di bank. Namun, Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi BKF Kemenkeu Adriyanto meyakini kelas menengah ke atas ini akan kembali meningkatkan belanja pada 2018.‎
"Data yang kita miliki, memang ada penahanan belanja pada tingkat income tertentu, jadi masyarakat menengah ke atas, dari data simpanan perbankan itu memang menunjukkan peningkatan. Tapi kami yakin ini sifatnya masih rekonsiliasi dari tingkat pendapatan ini dan kami yakin tahun depan mereka akan kembali melakukan belanja, peningkatan belanja seperti tahun-tahun sebelumnya. Jadi ini sifatnya hanya temporer untuk penahanan belanja masyarakat," kata dia.
Â
Advertisement